“Kalau mengambil fatwa yang ini, semuanya harus diikuti,” katanya lagi.
Awalnya, Saras yang bekerja di sebuah organisasi nirlaba di Alaska mengaku tidak tahu akan peraturan tersebut. Namun, kini ia berpuasa dengan mengikuti jadwal yang telah ditetapkan oleh masjid di Alaska, the Islamic Community Center of Anchorage, yang mengikuti waktu Makkah.
“Waktu itu belum tahu kalau untuk tempat yang ekstrem seperti Alaska, bisa diberi kemudahan mengikuti jadwal Makkah,” kata Saras.
“Sejak mengikuti waktu Makkah, tantangannya tidak terlalu berat,” tambahnya.
Dewi, ibu rumah tangga, kini juga beribadah mengikuti waktu Makkah, sesuai ketetapan masjid di Alaska.
![Ilustrasi Alaska. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/03/26/57247-alaska.jpg)
“Masjid setempat itu mengikuti waktu Makkah. Warga Muslim di Alaska mengikuti salat waktu Makkah. Sekarang ini puasa dimulai jam 4:30 dan buka itu jam 6:45,” kata Ibu dari tiga anak ini.
Perempuan asal Serang, Banten, ini mengaku mengetahui tentang peraturan ini tanpa sengaja. Ketika itu ia secara kebetulan bertemu warga Indonesia di sebuah restoran.
“Waktu pertama kali datang ke (Alaska), belum mengenal ada masjid. Belum mengenal ada warga Indonesia di (Alaska) juga. Jadi merasa sendiri puasa. Jadi seperti terisolasi,” kenang Dewi.
Dewi menambahkan, di Alaska hanya ada sekitar 20 keluarga yang berasal dari Indonesia.
Baca Juga: Mendag: Industri Makanan dan Fesyen Muslim Indonesia Jadi Primadona
“Kalau yang Muslim mungkin 12 keluarga,” tambahnya.
Ramadan di Tengah Pandemi
Sebelum pandemi, Dewi kerap berbuka puasa bersama warga Muslim Indonesia di Alaska atau beribadah dan berbuka puasa di masjid setempat.
Jika tahun lalu masjid-masjid di Amerika Serikat banyak yang tutup, kini masjid-masjid sudah mulai dibuka dengan pembatasan sosial yang sesuai dengan protokol kesehatan pandemi.
“Sekarang sudah mulai dibuka, tapi belum ada buka bersama. Biasanya saya suka ikut buka bersama dan salat Magrib. Tapi sekarang ini belum ada. Hanya ada Tarawih bersama dan itu setelah jam 9. Jadi saya belum pernah ke sana,” kata Dewi.
Bagi Saras, menjalankan ibadah bulan Ramadan di tengah pandemi “terasa berbeda, karena harus membatasi interaksi dengan orang banyak.”