DPR ke KPK: Pertahankan Pegawai Reputasi Baik, Bukan Malah Diberhentikan

Rabu, 12 Mei 2021 | 09:43 WIB
DPR ke KPK: Pertahankan Pegawai Reputasi Baik, Bukan Malah Diberhentikan
Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh. (Dok. DPR)

Suara.com - Wakil Ketua Komisi III Pangeran Khairul Saleh meminta KPK mempertahankan pegawai atau penyidik dengan reputasi dan integritas tinggi. Ia berharap mereka tidak diberhentikan hanya karena tidak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan untuk alih status sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Hal itu dikatakan Pangeran menanggapi keputusan KPK yang menonaktifkan 75 pegawainya yang sebelumnya dinyatakan tidak memenuhi syarat dalam TWK. Padahal diakui Pangeran dalam deretan puluhan pegawai itu di antaranya ada beberapa pegawai yang memiliki reputasi dan integritas cukup baik.

"Saya berharap agar para pegawai yang tidak lulus dan memiliki integritas dan reputasi yang cukup baik dan menonjol tidak diberhentikan," kata Pangeran kepada wartawan, Rabu (12/5/2021).

Pangeran justru berharap KPK dapat mempertimbangkan para pegawainya yang tidak memenuhi syarat TWK diprioritaskan menjadi tenaga P3K.

"(Tidak diberhentikan) melainkan dapat dipertimbangkan dan diprioritaskan untuk menjadi tenaga P3K. Sehingga yang bersangkutan dapat meneruskan pengabdiannya dan membantu KPK untuk memberantas korupsi di Indonesia," ujar Pangeran.

Pelemahan KPK dari Dalam

75 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi dinonaktifkan pasca-dinyatakan tidak lolos dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk peralihan menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Indonesia Corruption Watch (ICW) memandang, TWK hanya menjadi salah satu jalan internal KPK untuk melemahkan lembaga antirasuah itu sendiri.

Peneliti ICW Egi Primayogha mengatakan, jika upaya pelemahan KPK sudah dimulai sejak disahkannya Undang-undang (UU) Nomor 19 Tahun 2019. Egi lantas mencatat setidaknya terdapat dua hal penting yang mesti diperhatikan terkait TWK.

Baca Juga: Polemik 75 Pegawai KPK, Faisal Basri: Rezim Secara Moral Sudah Bangkrut

Poin pertama yang menjadi pandangan ICW ialah TWK menjadi upaya untuk mengeliminasi penyelidik, penyidik, dan staf KPK yang memiliki integritas melawan korupsi tanpa pandang bulu.

Bahkan ICW menemukan rencana pemecatan penyelidik dan penyidik itu juga terjadi di saat KPK sedang menangani beberapa kasus korupsi dengan melibatkan kader partai politik pendukung pemerintah.

"Misalnya suap pengadaan paket bansos sembako di Kementerian Sosial, suap ekspor benih lobster, korupsi KTP-elektronik dan kasus lainnya," kata Egi dalam keterangan tertulisnya, Selasa (11/5/2021).

Kemudian poin kedua, ICW memandang substansi TWK memuat pertanyaan-pertanyaan yang tidak relevan dengan praktik kerja KPK. Menurut penuturan staf KPK yang mengikuti tes, soal-soal yang diberikan itu terdapat unsur seksis, diskriminatif, dan intervensi dalam kehidupan personal.

"Hal ini mengonfirmasi dugaan bahwa persoalan kompetensi, integritas dan anti korupsi bukan menjadi prioritas pada pengujian tersebut," katanya.

Mengenai itu, ICW pun mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi segera menolak adanya pemberhentian 75 pegawai KPK. ICW beralasan, persoalan itu muncul atas buah dari kebijakan Jokowi juga tatkala memilih pimpinan KPK yang kontroversi seperti Firli Bahuri beserta regulasi yang mengakomodir alih status kepegawaian KPK melalui UU 19/2019.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI