Menempuh Jalan Pikukuh, Cara Warga Adat Baduy Bebas dari Covid-19

Reza Gunadha Suara.Com
Jum'at, 21 Mei 2021 | 20:57 WIB
Menempuh Jalan Pikukuh, Cara Warga Adat Baduy Bebas dari Covid-19
Anak-anak Baduy (Antara)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Sembari beristirahat, saya menunggu Jaro Saija, salah satu jaro di Kanekes, untuk berbincang-bincang. Jaro merupakan sebutan untuk ketua masyarakat dalam ranah formal bagi masyarakat Baduy.

Secara umum Kelompok masyarakat adat Baduy terbagi menjadi dua, yakni Baduy Luar dan Baduy Dalam. Baduy Luar merupakan orang Sunda asli yang mendiami kawasan adat Kanekes, sebuah wilayah seluas lima ribu hektar di selatan Banten yang dikelilingi bukit dan lembah. Selain Baduy Luar, ada pula Baduy Dalam yang menempati daerah Kanekes.

Nama “Baduy” memiliki riwayat historis yang panjang. Judistira Garna dalam Masyarakat Baduy dan Kebudayaannya (1985) menulis bahwa sebutan “Baduy” diyakini terkait dengan nama Sungai Cibaduy atau Gunung Baduy.

Dahulu, masyarakat setempat lebih memilih menyebut dirinya sebagai “urang” atau Orang Kanekes. Nama “Baduy” sendiri, mulanya, cenderung tidak disukai lantaran kerap dikaitkan oleh suku nomaden di Jazirah Arab: Bedouin—bisa juga Bedu atau Badawi.

Pemerintahan dan kehidupan adat Baduy dijalankan oleh Kapuunan sebagai lembaga adat tertinggi. Kapuunan terdiri dari tiga puun (pemimpin adat) yang masing-masing berkedudukan di tiga kampung Baduy Dalam—Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo.

Masing-masing puun memiliki tugas yang khas. Puun Cikeusik bertugas mengurus segala hal yang berhubungan dengan agama, pengadilan adat, dan upacara adat.

Suasana perkampungan Baduy dalam, Banten. [Ferry Latief]

Puun Cikertawana mengurus perihal kesejahteraan dan keamanan warga. Sementara Puun Cibeo mengurus perihal administrasi dan tamu (wisatawan) yang berkunjung ke Baduy.

Para puun menjalankan tugasnya dengan dibantu beberapa jaro yang merupakan ketua masyarakat dalam ranah formal. Para jaro umumnya berdiam di kampung-kampung Baduy Luar. Mereka bertindak sebagai wakil masyarakatnya dan penghubung dengan puun. Para jaro pun punya beberapa anak buah seperti carik (wakil pemerintah dan berasal dari luar Baduy), pangiwa, dan polisi desa.

Pada masa pandemi seperti sekarang ini, para jaro ini cukup sibuk. Saya pun baru berkesempatan ngobrol dengan Jaro Saija ketika jam sudah menunjukkan pukul satu siang. Raut wajahnya terlihat lelah setelah menghadiri pertemuan dengan warga, yang durasinya mencapai dua jam lebih. Hal yang dibicarakan seputar persiapan menyambut lockdown di masa libur Hari Raya Idul Fitri, pada minggu kedua Mei kemarin.

Baca Juga: Asal Usul Seba Baduy, Tradisi Ratusan Tahun Sejak Kesultanan Banten

Agenda soal Covid-19 memang menjadi salah satu kesibukan yang mesti dijalani Jaro Saija. Tugasnya sebagai jaro bertambah kompleks, sebab ia harus memastikan keselamatan penduduk, utamanya mereka yang berada di kawasan Baduy Luar, dari ancaman pandemi. Ia bersyukur, sejauh ini tugasnya berjalan dengan baik.

“Alhamdulilah di Desa Kanekes 0 persen Covid-19,” katanya dengan cukup bangga.

Angka 0 kasus ini bukan klaim sepihak semata. Data yang dihimpun Dinas Kesehatan Provinsi Banten, per 16 Mei 2020, menunjukkan bahwa di Kabupaten Lebak terdapat 148 orang yang masih dirawat, 3.241 sembuh, serta 63 meninggal. Di antara data yang berhasil dikumpulkan, menurut Bachtiar, Kasi Imunisasi, Surveilans, dan Krisis Kesehatan Dinkes Lebak, tidak ada yang berasal dari Desa Kanekes, tempat Baduy tercatat secara administratif.

“Sebenarnya yang tahu soal itu adalah orang lapangan, mereka yang berada di Puskesmas Ciboleger atau Cisimeut. Yang tahu mereka. Tapi, berdasarkan data yang masuk ke kami, memang belum ada Covid-19,” ungkapnya, saat saya konfirmasi.

Pendapat serupa nyatanya keluar dari Iton Rustanti, Ketua Satgas Covid Puskesmas Cisimeut, yang berhubungan langsung dengan masyarakat Kanekes. Menurutnya, setelah melakukan beberapa kali tes, dengan bermacam jenis, dari rapid test hingga PCR, hasil yang didapat di kalangan masyarakat Baduy memang negatif.

Ilustrasi - Rumah warga adat Baduy luar [Antara]

“Pada bulan Oktober atau November, kami melakukan tes lagi, di jalur keluar-masuk sampai wilayah Baduy, dan negatif semua,” akunya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI