Suara.com - Penulis - Yusa Djuyandi *
Wacana tentang penentuan Panglima TNI menjelang berkhirnya masa jabatan Marsekal Hadi Tjahjanto, bisa dibilang begitu mengemuka.
Penentuan Panglima TNI seolah tidak hanya menjadi domain urusan penyelenggara negara, seperti presiden dan para wakil rakyat yang duduk di Komisi I DPR yang membidangi pertahanan.
Para peneliti dan pengamat dari berbagai lembaga yang fokus pada studi keamanan juga turut mengamati, serta melontarkan gagasan tentang kriteria kelayakan bagi seorang calon Panglima TNI.
Dasar pertimbangannya, kedudukan panglima adalah tidak hanya penting bagi institusi TNI secara organisatoris, tetapi juga bagi bangsa dan negara.
Bila dilihat hanya dari sudut pandang kelembagaan, pergantian Panglima TNI merupakan sebuah proses yang wajar dan alamiah, karena proses ini merupakan bagian dari regenarasi pucuk pimpinan TNI di saat pimpinan yang sebelumnya akan memasuki masa pensiun.
Namun demikian, dalam proses yang mungkin dianggap biasa itu itu ada hal yang kemudian patut dicermati dari mekanisme regenarasi pada pucuk pimpinan TNI yang dilakukan oleh presiden bersama-sama dengan para anggota Komisi I DPR.
Langkah ini penting dilakukan agar Panglima TNI terpilih mampu menjalankan dengan baik arah kebijakan pertahanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan DPR, menjaga harmonisasi dan keseimbangan kekuatan antar matra, sekaligus terus memastikan profesionalisme dan netralitas TNI.
Kebijakan Pertahanan dan Potensi Ancaman
Baca Juga: Baru Dilantik Jadi Wakil Ketua DPR, Lodewijk Tagih Nama Calon Panglima TNI ke Presiden
Berkaca pada kondisi Indonesia sebagai negara maritim yang kemudian oleh pemerintah telah dicanangkan tentang pentingnya memperkuat Indonesia secara politik, ekonomi dan keamanan di sektor maritim, maka perbincangan sektor pertahanan pada skala makro maupun mikro perlu diarahkan untuk mendorong dan meningkatkan kekuatan pertahanan Indonesia di laut dan udara.
Dengan arah kebijakan pertahanan ini, setidaknya matra laut dan udara perlu terus di dorong untuk mampu memiliki alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang mumpuni dan sesuai dengan kebutuhan minimun essential force (MEF).
Adapun dalam kaitannya dengan posisi Panglima TNI, tentunya kelak dibutuhkan sosok yang memiliki pengetahuan secara detail tentang konsep pertahanan negara maritim dan langkah implementasinya. Panglima terpilih kelak harus dapat memberikan suatu saran atau rekomendasi kepada pemerintah, mengenai apa yang perlu diperkuat oleh Indonesia untuk beberapa tahun kedepan.
Bila merujuk juga pada situasi dan kondisi di kawasan, terutama yang berkaitan dengan soal Laut China Selatan (LCS), maka Indonesia perlu memiliki sosok panglima yang memahami betul secara geopolitik permasalahan.
Selain itu, diperulakan sosok yang dapat mengantisipasi adanya kemungkinan terburuk dari tingginya tensi konflik antar negara di Kawasan ini.
Meskipun sudut pandang ini seolah menyiratkan calon panglima dari matra laut tampak lebih berpeluang, bila calon panglima dari dua matra lainnya (udara dan darat) juga memiliki pengetahuan dan suatu rancangan strategis pertahanan maritim, maka peluangnya akan sama kuat.