Membangun partai barangkali tidak terlalu sulit dibandingkan mencari sumber dana politik untuk menghidupinya.
Itu pula yang menjadi pertanyaan sejumlah kalangan di tengah deklarasi Partai Buruh yang dilakukan di tengah pandemi yang telah menjungkirbalikkan sendi-sendi ekonomi.
Said Iqbal berkata, "Pendanaan Partai Buruh dari iuran."
Tiap kader, kata dia, akan dikenai iuran Rp50 ribu. Said Iqbal menargetkan partainya didukung 10 juta orang dan jika satu persen pendukung yang disebutnya sebagai "kader militan" membayar iuran, bisa menutupi biaya operasional partai.
"Satu persen itu 100 ribu kader militan. Sebanyak 100 ribu kader militan kami akan minta iuran untuk bayar secara sukarela dan itu sudah pernyataan siap 100 ribu anggota kader buruh, tani, nelayan termasuk guru honorer," katanya.
"Berarti setiap kader nanti kita minta disepakati 50 ribu rupiah. Nah kali 100 ribu kan sudah hampir Rp5 miliar, sudah mencukupi."
Analis politik dari Universitas Pelita Harapan Emrus Sihombing berpandangan Partai Buruh harus memiliki keunikan untuk dapat bersaing dengan partai-partai besar pada ajang perpolitikan Indonesia.
“Pokoknya harus ada keunikan. Sepanjang tidak ada keunikan, menurut saya akan sangat susah bagi Partai Buruh untuk bertarung menghadapi partai-partai papan atas atau partai-partai yang sudah lama,” kata Emrus dalam laporan Antara.
Partai Buruh haruslah memiliki keunikan untuk dapat menarik perhatian publik dan memperoleh kepercayaan publik, agar dapat memenangkan kursi legislatif maupun eksekutif.
Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja dan Outsourcing Jadi Alasan Kebangkitan Partai Buruh
“Misalkan, maukah mereka mengatakan bahwa mereka berada di tengah-tengah masyarakat dan akan menggunakan segala kekuatan partai untuk mengatasi permasalahan ketika masyarakat mengalami persoalan seperti COVID-19 atau bencana alam,” ujar Emrus.
Ketika Partai Buruh menyatakan hal tersebut dan dapat merealisasikan ucapannya, kata Emrus, maka akan menunjukkan bahwa Partai Buruh benar-benar ada bersama rakyat, tidak elitis, dan tidak sekadar menebar janji.
“Selanjutnya, maukah mereka mengatakan bahwa semua kader politik (Partai Buruh) akan membuka kekayaan mereka secara transparan. Tidak harus menjadi anggota legislatif atau eksekutif dulu baru melapor ke KPK,” kata dia.
Apabila harta kekayaan kader tidak sesuai dengan laporan, kata Emrus, Partai Buruh harus mau membuat pernyataan bahwa kader tersebut telah melakukan tindakan yang tidak benar dan bertanggung jawab atas tindakan tersebut.
“Itu semua dapat dilakukan supaya ada keunikan. Kalau tidak ada keunikan, saya pikir tidak berbeda dengan partai-partai baru lainnya. Jangankan untuk bertarung dengan partai besar, dengan partai menengah pun akan sulit,” kata Emrus.
Analis politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin meyakini jika para pendiri Partai Buruh mampu memainkan kunci sukses yaitu menyatukan buruh, bakal mengubah peta politik secara nasional.