"Tapi ya mending pakai kaos kaki aja sih. Karena kalau pakai gituan terus ntar banyak yang coba, dampaknya ke limbah pembalut yang makin banyak sih," jelas lainnya.
Limbah Pembalut Meningkat, Berdampak Buruk Bagi Lingkungan
Menstruasi tidak hanya bicara soal kesehatan wanita, namun juga dampaknya terhadap kelestarian alam. Menstruasi dapat menjadi isu besar karena efek yang dihasilkannya terhadap lingkungan.
Sebagian besar perempuan di dunia memang terbiasa menggunakan produk mentruasi konvensional, yakni pembalut sekali pakai dan tampon. Hal ini membuat produksi pembalut dan tampon di seluruh dunia begitu tinggi.
Tampon dan pembalut sekali pakai, beserta kemasannya dan pembungkusnya masing-masing menghasilkan lebih dari 200.000 ton limbah per tahun. Semuanya mengandung plastik, termasuk pembalutnya yang mengandung 90 persen plastik.
Rata-rata wanita membuang tampon dan pembalut aplikator 125 hingga 150 kilogram sepanjang hidup mereka. Belum lagi jika dikalikan dengan jumlah penduduk wanita di Indonesia, jumlahnya kurang lebih mencapai 26 ton per hari.
Saat dibuang, sampah pembalut mulanya akan teronggok di TPA. Seiring berjalannya waktu, sampah akan menimbulkan gas metana yang mampu mencemari lingkungan. Belum lagi sampah pembalut yang memerlukan waktu lama untuk kemudian terurai.
Bahan plastik yang terkandung di dalamnya baru akan terurai setelah puluhan bahkan hingga ratusan tahun. Selain itu, pemutih yang digunakan untuk pembuatan bantalan pembalut juga akan mencemari tanah dan air saat dibuang.
Tidak hanya itu, lapisan plastik yang terdegradasi juga akan menjadi mikroplastik saat terbawa ke lautan. Mikroplastik itu akan menjadi makanan ikan-ikan di lautan dan berakhir kembali pada rantai makanan manusia.
Baca Juga: Viral Pengantin Wanita Menangis Karena Foto Pernikahan Tak Ada Yang Estetik
Video ini bisa disaksikan di sini.