Suara.com - Aliansi Jurnalis Independen (AJI) menggelar audiensi dengan Komisi Yudisial (KY) yang diwakili oleh Komisioner KY Sukma Violetta pada Senin, (1/11/2021) hari ini.
Audiensi tersebut membahas kasus penganiayaan yang menimpa jurnalis Tempo, Nuhadi di Surabaya pada 27 Maret 2021 lalu.
Ketua Umum AJI Indonesia, Sasmito Madrim mengatakan, bahwa kasus kekerasan terhadap Nurhadi dengan dua terdakwa anggota kepolisian, yaitu Bripka Purwanto dan Brigadir Muhammad Firman Subkhi telah dibawa ke meja hijau. Proses persidangan itu kekinian tengah berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya.
Sasmito menyampaikan, proses peradilan perkara tersebut memberikan rasa keadilan bagi korban. Karena itu, kasus tersebut telah mencederai demokrasi dan kebebasan pers di tanah air.
“AJI meminta Komisi Yudisial melakukan pengawasan selama proses persidangan agar transparan dan berkeadilan,” kata Sasmito dalam siaran persnya.
Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung turut mempertanyakan keputusan majelis hakim PN Surabaya yang tidak menahan kedua terdakwa.
Tanpa penahanan, lanjut Erick kedua terdakwa menjadi ancaman bagi korban, mengingat korban mengalami trauma atas penganiayaan tersebut.
Tidak hanya itu, lanjut Erick, Nurhadi hingga saat ini masih dalam pengawasan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Pasalnya, sejak proses penyidikan di Polda Jawa Timur, kedua pelaku tidak pernah ditahan. Mereka juga tidak pernah diberi sanksi di internal kepolisian.
Baca Juga: Pentingnya Jurnalis Terampil Menghadapi Proses Persidangan
Begitu pula saat perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, hingga kini ini Purwanto dan Firman bebas berkeliaran sebagai seorang terdakwa.
"Kami sangat menyesalkan keputusan majelis hakim yang tidak menahan kedua pelaku," papar Erick.
Sukma Violetta selaku komisioner KY mengatakan, pihaknya telah menerima pengaduan AJI dan akan terus melakukan pemantauan proses persidangan perkara kekerasan jurnalis Nurhadi. Menurut dia, KY sesuai dengan kewenangannya menerima pengaduan dari masyarakat untuk melakukan pemantauan proses peradilan.
"Terutama perkara-perkara yang mempunyai dampak besar terhadap masyarakat. Kalau wartawan saja diperlakukan seperti itu, bagaimana dengan warga biasa,” kata Sukma.
“Kami punya penghubung KY di Surabaya. Kami akan memantau proses persidangan perkara kekerasan jurnalis tersebut dalam rangka menjaga independensi hakim dalam memeriksa dan memutus,” sambungnya.
Lebih lanjut, Sukma juga membuka pintu jika dalam proses persidangan dinilai diskriminatif terhadap korban.