Suara.com - Dini hari di bulan September 2014, terdengar suara ketukan di pintu rumah Imran*. Ketika membuka pintu, ia berhadapan dengan tim Kontra Terorisme Kepolisian Australia.
Mereka mengatakan ingin melakukan razia dan memberikan waktu bagi istrinya untuk memakai hijab.
"Mereka sangat sopan," kata Imran. "Saya sampaitidak sadar dampaknya sebesar ini."
Imran tidak terkejut polisi mendatangi rumahnya.
Setahun sebelum kejadian itu, saudara laki-lakinya dituduh melakukan bom bunuh diri di Suriah, sementara saudara lainnya masih tinggal di sana dengan sekelompok pria bersenjata yang mengakubagian dari Jabhat al-Nusra.
Setelah polisi menyita uangnya dan menemukan steroid, Imran mengatakan ia ditahan untuk pertama kali dalam hidupnya.
"Waktu saya dibawa ke tahanan, saya dikelilingi banyak wartawan," kata Imran.
"Ada foto saya di kursi belakang mobil dengan tangan menutupi wajah."
Sekarang, sudah menjadi jelas jikarazia itu bukan tentang saudara laki-laki Imran ataupun pihak yang terkait dengan mereka. Ini semua adalah tentangnya.
Baca Juga: Kuasa Hukum Tak Terima Sidang Online, Pembacaan Dakwaan Kasus Terorisme Munarman Ditunda
"Setelah kondisinya memburuk, saya sadar kalau saya tidak akan pulang ke rumah hari itu," katanya. "Saya bahkan tidak sadar ... bahwa hal ini akan menjadi pertarungan lima atau lima setengah tahun. Saya sama sekali tidak menyangka."
Menyusul serangan terorisme tanggal 11 September di New York, Australia telah memberlakukan lebih dari 80 hukum baru untuk memerangi ancamanterorisme dan lebih dari 130 orang telah didakwa dengan pelanggaran terkait terorisme.
Proses penjatuhan hukuman dan pengadilan bagi pelanggaran terkait terorisme terkadang tidak jelas, dan pihak bersangkutan jarang sekali diwawancara media.
Ini adalah pertama kalinya Imran membagikan pengalamannya untuk program 'Background Briefing' dari ABC, yang membahas hukuman terorisme Australia, 20 tahun setelah serangan World Trade Centre.
'Saya seharusnya tidak melakukannya'
Beberapa tahun sebelum penangkapan Imran di tahun 2014, perang dingin di Suriah terjadi. Laporan mengenai bagaimana pemerintah memaksa pembantaian besar-besaran dan serangan senjata kimia memenuhi berita di media.
"Perasaan saya terbawa oleh konflik di Suriah. Saya merasakan koneksi dengan warga di sana," kata Imran. "Melihat Pemerintah Australia berinisiatif dengan menjadi negara pertama yang menutup kedutaan besar Suriah, menginspirasisaya."
BERITA TERKAIT
BNPT Ungkap Belasan 'Kitab Suci' Kelompok Teroris: Kuatnya Peran Literatur Bentuk Ideologi Berbahaya
17 Juni 2025 | 06:02 WIB WIBREKOMENDASI
TERKINI