Tiga Tahun Catatan Miris Kriminalisasi Jurnalis: Terkurung Bui Karena UU ITE

Kamis, 16 Desember 2021 | 12:17 WIB
Tiga Tahun Catatan Miris Kriminalisasi Jurnalis: Terkurung Bui Karena UU ITE
Ilustrasi penjara (Shutterstocks)

Jurnalis merupakan salah satu pilar demokrasi yang seharusnya mendapatkan perlindungan negara saat menjalankan tugas jurnalistiknya.

"Sejak disahkannya UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, telah jelas pula kedudukan Pers yang memiliki fungsi sebagai lembaga kontrol sosial (pasal 3), penegasan akan kemerdekaan Pers yang dijamin sebagai hak asasi manusia (pasal 4), hingga pengakuan wartawan sebagai sebuah profesi, dibuktikan dengan adanya
keterikatan untuk menaati sebuah kode etik jurnalistik (pasal 8)," kata Erick.

KKJ kata Erick menyebut salah satu penelitian yang dilakukan LBH Pers bersama ICJR dan IJRS pada awal 2021, menunjukkan kecenderungan jurnalis enggan melapor ke kepolisian saat menjadi korban.

Kata dia, sebanyak 60 persen dari 30 wartawan yang menjadi korban kekerasan, tidak pernah melapor ke pihak aparat penegak hukum.

"Alasan atas ketidakpercayaan korban tersebut sejalan dengan hasil data, bahwa sebanyak 25 persen responden menyatakan laporan kepada lembaga negara dan aparat penegak hukum, yang diterima tidak ditindaklanjuti. Bahkan 8,5 persen mengaku laporan yang dibuat, telah ditolak sejak awal," ucap Erick.

Proses penyidikan yang berlarut-larut, tanpa adanya kejelasan dari penyidik kata Erick dapat dianggap sebagai tindakan penghentian penyidikan secara materil.

Lanjut Erick, berdasarkan putusan Pengadilan Negeri Surakarta, nomor 04/Pid.Pra./2011/PN.Ska. Dalam putusan permohonan yang dilakukan Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) itu, hakim menyatakan “menimbang , bahwa penghentian penyidikan secara material telah terjadi apabila penyidikan telah berlangsung lama tanpa jelas kapan perkara akan dilimpahkan kepada Penuntut Umum.

"Dan mengenai hal ini tidak terdapat ukuran yang pasti , tetapi harus dinilai secara situasional kasus per kasus (case by case atau kasuistis), penilaian mana adalah merupakan kewenangan Hakim Praperadilan," tuturnya

Erick mengatakan berdasarkan data kasus kekerasan dan kriminalisasi jurnalis tersebut, menunjukkan ancaman terhadap jurnalis dalam melakukan kerja-kerja jurnalistiknya. Karena itu, KKJ kata Erick merekomendasikan melakukan kerja-kerja jurnalistiknya.

Baca Juga: Vonis Bebas Stella Monica Diapresiasi, Jaksa dan Polisi yang Terlibat Harus Diperiksa

Pihak merekomendasikan Presiden Joko Widodo memerintahkan seluruh jajaranya, khususnya kepada aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian Republik Indonesia untuk menghormati dan melindungi kerja-kerja dan karya jurnalistik.

Terutama, kata dia, memberikan teladan kepada masyarakat dengan menggunakan sengketa Pers ketika ada pihak yang keberatan terhadap sebuah berita atau produk jurnalistik. Bukan dengan mengedepankan kekerasan fisik, non fisik hingga pelabelan Hoax pada karya jurnalistik.

"Presiden Joko Widodo untuk segera memberikan surat perintah tentang mendesaknya revisi dan penghapusan pasal anti demokrasi dalam UU ITE,".

Kepolisian Republik Indonesia Bapak Jend Pol. Listyo Sigit Prabowo untuk melakukan evaluasi kepada anggotanya, yang tidak melakukan proses hukum kepada pelaku kekerasan terhadap jurnalis," papar Erick.

KKJ juga menghimbau kepada media ataupun jurnalis untuk tetap patuh pada kode etik jurnalistik dalam melaksanakan pekerjaannya.

"Menghimbau kepada pejabat publik dan masyarakat umum untuk menggunakan mekanisme sengketa Pers, jika terdapat karya jurnalistik yang dinilai merugikan dirinya, atau pihak lain," katanya.

×
Zoomed

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI