Pemerintah Ukraina memberlakukan status darurat mulai hari Kamis (24/2) di tengah kekhawatiran invasi Rusia. Parlemen menyetujui dekrit Presiden Volodymyr Zelensky yang akan berlaku selama 30 hari ke depan. Keadaan darurat memungkinkan pihak berwenang menetapkan jam malam dan pembatasan pergerakan, memblokir aksi demonstrasi, dan melarang partai dan organisasi politik – semuanya “demi kepentingan ketertiban umum dan keamanan nasional.”
Pemberlakuan status darurat itu diambil sehari setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengakui kemerdekaan dua wilayah pemberontak di bagian timur Ukraina, yaitu Donestk dan Luhansk, di mana konflik selama delapan tahun dengan kelompok pemberontak yang didukung Rusia telah menewaskan lebih dari 14.000 orang.
Koordinasi dengan Tiga KBRI
Diwawancarai VOA hari Selasa (22/2), Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia di Kementerian Luar Negeri, Judha Nugraha, mengatakan, “Dalam konteks kontijensi Kyiv, kami (Kemlu) telah melakukan koordinasi intensif dengan KBRI Kyiv dan beberapa perwakilan terdekat, seperti KBRI Warsawa dan KBRI Moskow.” Rencana ini disusun guna mengantisipasi memuncaknya ketegangan di Ukraina setelah Rusia Senin malam (21/2) menyampaikan pengakuan resmi pada dua wilayah di timur negara itu, yaitu Donetsk dan Luhansk.
Rencana kontingensi itu akan disesuaikan dengan situasi terkini di lapangan, dengan parameter status kondisi mulai dari siaga III, II hingga I – yaitu ketika dinilai sudah saatnya melakukan evakuasi.
“Kami di KBRI tetap akan berada di sini karena selain menjalankan fungsi diplomatik dengan negara di mana kami berada, kami juga berfungsi memberi perlindungan pada warga negara kita,” ujar Duta Besar Ghafur Dharmaputra. (Sumber: VOA Indonesia)