Suara.com - Lebih dari 100 pengungsi etnis Rohingya dari Myanmar tiba dengan perahu di pelabuhan provinsi Aceh pada dini hari Minggu (06/03).
Pihak berwajib tidak mengetahui berapa lama 114 pengungsi, yang terdiri dari 58 pria, 21 perempuan, dan 35 anak-anak tersebut sempat berada di laut.
Mereka berlabuh di pantai Jangka, dekat Alue Buya Pasi, yang merupakan desa nelayan di Kabupaten Bireuen, Aceh.
Nurul Yana Daba, relawan kelompok LSMAksi Cepat Tanggap mengatakan beberapa di antara pengungsi itumembutuhkan pengobatan.
"
"Lengan dan kaki seorang pengungsi perempuan bengkak sampai tidak bisa berdiri atau berjalan, sementara seorang pria nampak kurang gizi, mungkin karena terlalu lama di laut," ujar Nurul.
"Badruddin Yunus, kepala komunitas nelayan suku setempat, mengatakan para pengungsi juga "terlihat sangat lemah akibat kelaparan dan dehidrasi".
Badruddin tidak mengetahui pasti dari mana dan ke mana mereka hendak berlayar karena tidak ada di antara mereka yang bisa berbahasa Indonesia atau Melayu.
Warga setempat bernama Mukhtar mengatakan para pengungsi Rohingya tersebut mendatangi desa mereka untuk meminta pertolongan.
Baca Juga: Ratusan Pengungsi Rohingya Terdampar di Bireuen Aceh
"Mereka meminta perlindungan. Kami akan serahkan ini ke pemerintah. Kami menerima mereka sebagai tamu karena ini adalah hal manusiawi yang bisa kami lakukan," katanya.
Pejabat setempat Alfian mengatakan warga desa menyiapkan makanan bagi para pengungsi namun tidak menyangka pengungsi akan selama itu tinggal di sana.
Bulan Desember lalu, angkatan laut Indonesia telah menyelamatkan lebih dari 100 pengungsi Rohingya yang terapungdalam kapal yang nyaris karam di pantai barat Indonesia.
Meski sebelumnya menolak untuk membiarkan mereka menepi, pihak berwajibakhirnya memberikan tempat penampungankarenatekanan dari dunia.
Indonesia tidak menandatangani Konvensi PBB untuk Pengungsi Tahun 1951 namun sering terlibatsebagai negara transit oleh pengungsi yang mencari negara berkembang untuk bersauh.
Lebih dari 730.000 warga Rohingya meninggalkan Myanmar sejak kekerasan tahun 2017 yang memaksa mereka tinggal di kamp kumuh di perbatasan Bangladesh.
Penyelidik PBB menyimpulkan bahwa tindakan militer ini telah dilakukan dengan "niat genosida".
Beberapa dari mereka kabur dengan jalur laut dan berlayar ke negara seperti Malaysia, Thailand, dan Indonesiaantara bulan November dan April ketika kondisi laut masihtenang.
Ratusan dari mereka datang ke Aceh dalam interval beberapa tahun terakhir.
REUTERS/AP
Diproduksi oleh Natasya Salim