Mengapa Asia Tenggara Terus Membeli Senjata dari Rusia?

Rabu, 06 April 2022 | 18:28 WIB
Mengapa Asia Tenggara Terus Membeli Senjata dari Rusia?
DW

Namun, pemerintah Asia Tenggara menghadapi dilema ketika perang Ukraina memasuki minggu keenam, di tengah serangkaian dugaan kekejaman Rusia yang terus bertambah dan ketika para pemimpin Barat menyerukan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk diadili atas kejahatan perang.

Pengadaan senjata dan latihan bilateral dengan Rusia "akan menjadi isu yang sangat sensitif bahkan setelah perang di Ukraina berakhir," kata Carl Thayer, seorang profesor emeritus dari Universitas New South Wales di Australia.

"Sebagian besar negara kawasan dan ASEAN sendiri akan mengambil sikap menunggu dan mengamati dengan hati-hati agar tidak meningkatkan ketegangan atau menjatuhkan sanksi hukuman seperti yang dilakukan Amerika Serikat dan negara-negara Eropa," kata Thayer.

Ketergantungan pada senjata Rusia

Uni Eropa, misalnya, dapat memberikan sanksi terhadap pemasok senjata Rusia kepada militer Myanmar, kata Kristina Kironska, seorang akademisi berbasis di Bratislava yang mengkhususkan diri di Myanmar.

"Saya yakin Rusia dan Myanmar akan menemukan cara untuk bekerja sama," katanya.

AS kemungkinan bisa berbuat lebih banyak. Pada 2017, negara itu memperkenalkan undang-undang melawan musuh Amerika melalui sanksi (CAATSA), yang dapat mengancam penjatuhan sanksi terhadap pemerintah asing yang membeli senjata dari Rusia.

Namun, negara-negara seperti Indonesia dan Vietnam, serta India, mendapat keringanan dari Washington dengan syarat mereka mengurangi ketergantungan peralatan militer pada Rusia.

Indonesia sedang merundingkan pembelian pesawat tempur Su-35 buatan Rusia, tetapi ancaman sanksi CAATSA membuat pemerintahnya berpikir ulang dan akhirnya pada Februari lalu menandatangani kesepakatan $8,1 miliar (Rp116,3 triliun) dengan Prancis untuk pembelian jet Rafale.

Baca Juga: Harga Emas Naik Imbas Keraguan Gencatan Senjata Rusia-Ukraina

Meski demikian, Indonesia tidak memutuskan hubungan militernya dengan Rusia.

Senjata Rusia umumnya dipandang lebih terjangkau. Bahkan jika ada penghentian perlahan, militer Asia Tenggara yang sudah bergantung pada peralatan Rusia pada titik tertentu perlu membeli suku cadang atau peningkatan perangkat keras.

Namun, karena bank-bank besar Rusia telah dikeluarkan dari jaringan pembayaran global SWIFT, akan sulit bagi kedua belah pihak untuk menyelesaikan pembayaran. (ha/vlz)

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI