Catatan LBH Jakarta soal Hak-hak Korban, Keluarga, Saksi hingga Aturan Polisi yang Tak Diakomodir UU TPKS

Rabu, 13 April 2022 | 13:57 WIB
Catatan LBH Jakarta soal Hak-hak Korban, Keluarga, Saksi hingga Aturan Polisi yang Tak Diakomodir UU TPKS
RUU TPKS Resmi Disahkan DPR menjadi UU, Selasa (12/4/2022) (Suara.com/Novian)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Poin kelima, hak korban terkait perlindungan belum seluruhnya diakomodir, seperti hak untuk mendapatkan pemberdayaan hukum dan terlibat dalam proses pelaksanaan perlindungan; hak untuk mendapatkan layanan rumah aman; dan hak untuk mendapatkan informasi dalam hal tersangka atau terdakwa tidak ditahan atau terpidana akan selesai menjalani masa hukuman.

Poin selanjutnya, kata Citra adalah hak korban terkait pemulihan yang juga belum seluruhnya diakomodir. Seperti, hak atas pemulihan sosial budaya dan hak atas pemulihan politik. 

Meski sudah mengatur pemulihan secara fisik, psikologi dan ekonomi namun UU TPKS belum menjamin kebutuhan korban dengan rinci. 

"Misal, tidak ada jaminan atas kebutuhan dasar yang layak, layanan keterampilan, modal usaha, dan/atau kemudahan akses mendapat pekerjaan yang layak, serta layanan kemudahan pemulihan kepemilikan harta benda," jelas Citra.

Tidak hanya itu, UU TKPS dalam pandangan LBH Jakarta juga belum mengakomodir beberapa hak keluarga korban. Misalnya, hak untuk mendapatkan tempat tinggal sementara, hak atas pemberdayaan ekonomi keluarga dan perlindungan sosial, dan hak untuk mendampingi keluarga yang menjadi korban, saksi dan pelapor kasus kekerasan seksual.

"Kemudian hak mendapatkan dukungan akomodasi dan transportasi dan hak untuk tidak mendapatkan stigma dan diskriminasi," papar Citra.

Ilustrasi RUU TPKS
Ilustrasi RUU TPKS

Pada poin kedelapan, LBH Jakarta turut menyoroti soal tidak diaturnya hak saksi dan ahli dalam UU TPKS. Mulai dari hak atas informasi tentang hak dan kewajibannya sebagai saksi/ ahli dalam proses peradilan perkara tindak pidana kekerasan seksual, hak atas kerahasiaan identitas diri, keluarga, kelompok dan/atau komunitasnya, dan hak untuk memperoleh surat pemanggilan yang patut, fasilitas atau biaya transportasi, dan/atau akomodasi selama memberikan keterangan dalam proses peradilan pidana perkara tindak pidana kekerasan seksual.

"Kemudian hak atas layanan psikolog klinis atau dokter spesialis kesehatan jiwa bagi saksi,hak atas layanan bantuan hukum bagi saksi,hak untuk mendapatkan layanan rumah aman bagi saksi," papar Citra.

Poin kesembilan adalah soal upaya pencegahan yang juga belum lengkap. Citra mengatakan, belum ada aturan penyebarluasan informasi tentang penghapusan kekerasan seksual dan beberapa poin seperti: 

Baca Juga: Setelah RUU TPKS Disahkan jadi UU, Begini Janji Menteri PPA Bintang Puspayoga

Menyediakan program dan anggaran untuk pencegahan kekerasan seksual, membangun kebijakan penghapusan kekerasan seksual yang berlaku bagi lembaga negara, pemerintah dan pemerintah daerah, dan membangun komitmen penghapusan kekerasan seksual sebagai salah satu syarat dalam perekrutan, penempatan dan promosi jabatan pejabat publik.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI