
Puan Maharani juga pernah dianggap mengabaikan interupsi dari Fahmi Alaydroes, anggota DPR fraksi PKS ketika rapat di Gedung DPR RI, Senin (8/11/2021) lali. Kala itu, mereka sedang rapat pengesahan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI.
Fahmi mengajukan interupsi sesaat sebelum rapat ditutup. Meskipun sudah bersemangat dan meminta izin tapi Puan memilih untuk tidak memperhatikan Fahmi dan menutup rapat paripurna tersebut.
3. Sebut Ada Gubernur Tidak Mau Menyambut Dirinya
Kontroversi Puan Maharani yang berikutnya adalah ketika ia berkunjung ke Manado. Ia menyindir gubernur yang tidak menyambut dirinya saat kunjungan tersebut.
Saat itu Puan hadir dalam rapat koordinasi tiga pilar PDI-P di Provinsi Sulawesi Utara, Rabu (9/2/2022), di Luwansa Hotel, Manado.
"Kenapa saya datang ke Sulawesi Utara itu tiga pilar bisa jalan, jemput saya, ngurusin saya, secara positif ya" ujar Puan.
Ia menambahkan, "Kenapa saya punya gubernur kok nggak bisa kaya begitu, justru yang ngurusin saya gubernur lain".
Dalam hatinya Puan berkata, kenapa bisa ada gubernur seperti itu. Padahal, ia merupakan Ketua DPR ke-23 sejak 1945.
"Kenapa gitu loh, ini kan jadi pertanyaan. Kok bisa gitu, saya ini Ketua DPR ke-23 dari tahun 45 setelah ada menjabat DPR-DPR, itu saya Ketua DPR ke-23," ujar Puan di hadapan kader PDIP-P Sulut, baik eksekutif, legislatif, dan pengurus struktur partai.
Baca Juga: Ketua DPR Puan Maharani Bicara Rencana Pencabutan PPKM, Covid-19 Mereda?
"Ke daerah ketemu kepala daerah, kepala daerahnya tidak bangga ya kepada saya, kayak males-malesan. Bikin kesel kan," imbuh Puan.
Beberapa pengamat menduga sosok yang disindir Puan Maharani adalah Ganjar Pranowo.
4. Dianggap Menyinggung Masyarakat Minang

Puan Maharani dipolisikan oleh Persatuan Pemuda Mahasiswa Minang atau PPMM pada bulan September 2022. Mereka merasa ucapan Puan menyinggung perasaan masyarakat Minang.
Ucapan yang dimaksud adalah ketika Puan meminta masyarakat Sumatera Barat untuk menjadi provinsi yang mendukung negara Pancasila. Namun menurut pelapor, ucapan tersebut secara tidak langsung mengindikasikan bahwa Puan meragukan nilai-nilai Pancasila pada masyarakat Minang.
Kejadian ini berawal ketika Puan Maharani mengumumkan rekomendasi partai untuk pemilihan gubernur Sumatera Barat. PDIP mengusung Mulyadi sebagai calon gubernur Sumatera Barat dan akan berpasangan dengan Ali Mukhni.