Adu Nasib ke Jakarta
Sembari duduk bersandar pada karung yang berisi barang bekas, Djarot bercerita, 15 tahun yang lalu ia datang ke Jakarta untuk mengadu nasib.
Keinginannya ke Jakarta lantaran mendapat tawaran dari keponakan. Semula Djarot tidak berprofesi sebagai pemulung barang bekas, melainkan tulang amplas furnitur milik keponakannya.
Namun nasib berkata lain, keponakan Djarot meninggal dunia, usaha furniturenya pun bangkrut. Hal tersebut membuat Djarot kehilangan pekerjaannya sebagai tukang amplas.
Djarot yang hanya hidup sebatang kara, tidak patah arang. Rasa lapar membuatnya harus berpikir bagaimana upayanya dapat menutupi rasa tersebut. Beralihlah ia menjadi pengumpul barang bekas atau orang kerap menyebutnya pemulung.