BPKP, kata Agustina, melihat adanya fakta atau kegiatan yang berdampak pada kerugian keuangan dan perekonomian negara. Misalnya alih kawasan hutan yang menjadi kebun tanpa adanya pelepasan kawasan hutan.
"Ada beberapa juga penyimpangan lain termasuk upaya suap kepada pihak tertentu dalam upaya izin alih kawasan hutan," katanya.
Dalam pandangan BPKP, seluruh penyimpangan dalam kasus tersebut secara langsung maupun tidak memberikan dampak pada keuangan negara maupun perekonomian negara. Kata Agustina, negara mempunyai hak atas seluruh kekayaannya.
"Di dalam perusahaan seluruh kekayaan negara ada hak negara di situ. Dalam hal ini penyimpangan yang dilakukan tidak diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan antara lain dana reboisasi, provisi sumber daya hutan dan seterusnya sesuai ketentuan yang berlaku," beber dia.
BPKP menghitung untuk nilai kerugian keuangan negara yakni 7,8 juta USD atau setara Rp14 miliar. Kemudian, ditemukan fakta soal kerusakan hutan sehingga ada biaya tambahan dan jika ditotal kerugian keuangan negara mencapai Rp4,9 triliun.
Seluruh penyimpangan itu, lanjut Agustina, juga menyebabkan perekonomian negara. Dari hasil perhitungan dengan berkolaborasi bersama banyak ahli, total kerugian perekonomian negara mencapai Rp99,34 triliun.
"Dan kemudian seluruh angka dari kami maupun ahli yang berkolaborasi tadi. Seluruh kerugian baik dari sisi keuangan negara maupun perekonomian negara terhitung sebesar Rp99,34 triliun kerugian perekonomian negara."