"Justru menimbulkan pertanyaan bagi saya, saudara kan ditugaskan dalam konteks pengamanan autopsi karena saudara orang Paminal. Bagaimana saudara nanti akan melaporkan kepada pimpinan saudara?" cecar hakim.
"Yang memberi perintah Pak Agus, kalau saudara nggak punya dokumen-dokumen untuk melaporkan bahan laporan bahan keterangan saudara kepada Agus yang memerintahkan Kombes Santo ada Provos bahan sendiri. Lalu dari situ mestinya saudara sudah bisa dong ada hal yang tidak benar di sini betul tidak?" sambung hakim.
Arif menuturkan dirinya hanya mengikuti arahan Agus yang memintanya untuk berkoodinasi dengan Susanto terkait proses autopsi jenazah Yosua.
"Jadi pada saat itu disampaikan oleh Pak Agus koordinasi dengan Pak Santo segala sesuatunya 'Nanti kita dari Pak Santo pelaporannya pun nanti satu pintu Rif', ada perintahnya begitu," jawab Arif.
Hakim menegaskan jika Arif waktu itu hanya menuruti perintah dari Susanto untuk menghapus dokumen autopsi Yosua. Hakim lantas mempertanyakan naluri penyidikan Arif.
"Tapi nyatanya saudara menuruti perintah saudara Santo waktu itu. Naluri sebagai seorang penyidik ketika seperti itu saudara sudah muncul apa belum?" tanya hakim lagi.
Kepada hakim, Arif mengaku saat itu dia tidak memiliki naluri seorang penyidik. Dia beralasan tidak mengetahui konstruksi perkara kasus tersebut.
"Jujur waktu itu belum yang mulia, karena belum tahu kejadiannya apa," ungkap Arif.
Baca Juga: Siapa yang Benar? Beda Paham Psikolog vs Kriminolog Soal Pengakuan Putri Candrawathi Dilecehkan
Hakim lalu menjelaskan jika naluri seorang penyidik adalah selalu menaruh rasa curiga. Di sisi lain, Arif tetap teguh jika dirinya masih belum paham apa yang terjadi pada saat itu.