Ketua MK Anwar Usman Diminta Tak Ikut Terlibat dalam Sidang Gugatan Perppu Cipta Kerja

Ria Rizki Nirmala Sari
Ketua MK Anwar Usman Diminta Tak Ikut Terlibat dalam Sidang Gugatan Perppu Cipta Kerja
Anwar Usman saat pemilihan Ketua MK periode 2018-2020 di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (2/4).

Hal tersebut dipinta Viktor karena dikhawatirkan timbul conflict of interest karena status Anwar.

Suara.com - Viktor Santoso mengantarkan sejumlah warga mengajukan uji formil Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK). Selaku kuasa hukum, ia meminta agar Ketua MK Anwar Usman tidak ikut terlibat dalam proses pengujian Perppu Cipta Kerja.

Hal tersebut dipinta Viktor karena dikhawatirkan timbul conflict of interest antara Anwar dengan Jokowi. Sebagaimana diketahui, Anwar merupakan adik ipar Jokowi.

"Naka Ketua MK sudah seharusnya tidak ikut mengadili perppu ini karena akan menimbulkan conflict of interest karena hubungan tersebut," kata Viktor dalam keterangan tertulisnya, Jumat (6/1/2023).

Selain itu, Viktor juga menerangkan kalau pihaknya mendesak MK untuk segera meregistrasi dan menjadwalkan sidang. Ia juga mau kalau MK segera memutus kalau Perppu Cipta Kerja bersifat inkonstitusional tanpa syarat.

Baca Juga: Partai Buruh Pesimis dengan Penyelesaian Perkara Perppu Cipta Kerja di MK

"Karena sudah sangat jelas dan terang benderang tidak memenuhi syarat formil serta merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi serta melecehkan Mahkamah Konstitusi," tuturnya.

Adapun, Viktor menilai kalau percepatan sidang Perppu Cipta Kerja itu bersifat genting lantaran mengingat perppu tersebut memiliki jangka waktu yang sangat terbatas untuk menjadi obyek yang bisa diperiksa, diadili dan diputus.

"Karena pada masa sidang berikutnya perppu akan dibawa ke DPR untuk ditentukan disetujui menjadi UU atau tidak. Apabila disetujui menjadi UU maka secara otomatis objek Pengujian perppu ini menjadi hilang (Kehilangan Objek)," terangnya. 

Sebelumnya, gugatan itu disampaikan Viktor bersama sejumlah pemohon ke MK pada Kamis (5/1/2023).

Mereka mengajukan uji formil tersebut lantaran lahirnya Perppu Cipta Kerja sebagai bentuk pembangkangan pemerintah terhadap konstitusi.

Baca Juga: Sampaikan Petitum di Sidang MK, DPR Nilai Perkara Pengujian Perppu Cipta Kerja Tidak Relevan

Kuasa hukum pemohon, Viktor Santoso mengatakan bahwa pemerintah sudah melecehkan MK karena malah mengeluarkan Perppu Cipta Kerja. Padahal pada putusan MK sebelumnya, pembuat undang-undang diminta memperbaiki UU Cipta Kerja dalam kurun waktu dua tahun hingga November 2023.

"Pertama itu sudah melecehkan MK, karena MK itu putusannya sifatnya final dan mengikat dan seharusnya ditindaklanjuti sesuai dengan putusan MK," kata Viktor di lokasi.

"Tapi, ketika tidak melaksanakan sesuai dengan putusan MK artinya sudah memberikan contoh buruk," sambungnya.

Viktor Santoso, kuasa hukum pemohon uji formil Perppu Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi. (Suara.com/Ria Rizki)
Viktor Santoso, kuasa hukum pemohon uji formil Perppu Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi. (Suara.com/Ria Rizki)

Kemudian, Viktor juga menganggap kalau Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak mematuhi putusan MK. Alih-alih memperbaiki, pemerintah malah mengeluarkan perppu yang dianggapnya setara dengan undang-undang.

"Maka itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap konstitusi. Ini merupakan contoh yang buruk karena saya khawatir nanti semua lembaga mengikuti langkah presiden. Tidak mematuhi putusan MK," ujarnya.

Dalam kesempatan ini, Viktor menyebut para pemohon berharap agar MK bisa membatalkan Perppu Cipta Kerja.

"Iya, kami minta. Karena kan pengujian formil ini menguji prosedurnya, artinya bahwa MK sudah memerintahkan kepada pembentuk UU untuk memperbaiki prosesnya," tuturnya.

Adapun pemohon uji formil Perppu Cipta Kerja ini ialah Hasrul Buamona, Siti Badriyah, Harseto Setyadi Rajah, Jati Puji Santoso, Syaloom Mega dan Ananda Luthfia Rahmadhani.