Menurut orator itu, jalan berbayar ini menambah beban masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah termasuk ojol. Apalagi, ia mengaku sudah rutin bayar pajak tapi tetap saja diminta biaya untuk melintasi jalan.
"Sekarang jalan aja dibuat pake pajak. Ini kita udah bayar pajak masih diminta bayar lewat jalan," tuturnya.
Selain itu, orator aksi mengaku heran kenapa rencana ERP kembali dilanjutkan. Wacana kebijakan ini sempat mencuat tapi sudah mandek hingga di era eks Gubernur Anies Baswedan.
"Wacana ini sudah ada di tahun 2006. Semua orang tahu. Sementara, ini gubernurnya sudah pensiun. Baru Pj (Gubernur DKI) siapa yang tanda tangan?" pungkasnya.
![Aksi unjuk rasa dari Ojol di depan Gedung DPRD DKI Jakarta mereka menolak penerapan ERP atau jalan berbayar di sejumlah ruas yang ada di ibukota pada Rabu (25/1/2023). [Suara.com/Fakhri]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2023/01/25/23052-aksi-unjuk-rasa-dari-ojol-di-depan-gedung-dprd-dki-jakarta.jpg)
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo menjelaskan soal penerapan aturan jalan berbayar elektronik atau Electronic Road Pricing (ERP). Ia menyebut nantinya regulasi ini juga berlaku bagi pengguna kendaraan sepeda motor roda dua.
Ia menyebut tidak ada pengecualian yang diberikan kepada kendaraan roda dua seperti saat menerapkan aturan ganjil genap atau three in one.
"Di dalam usulan kami roda dua (termasuk kendaraan yang dikenakan tarif) kecuali sepeda," ujar Syafrin di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin (16/1/2023).
Sementara, untuk ojek online (ojol) disebutnya juga dikenakan aturan ini. Sebab, ojol dalam Undang-undang tidak tergolong dalam angkutan umum yang mendapatkan plat kendaraan warna kuning.
Ojol sampai saat ini masih menggunakan plat warna hitam yang berarti masih tergolong sebagai kendaraan pribadi.
Baca Juga: Ada Anak Buah Heru Budi Tak Hadir Lagi, Rapat DPRD DKI Soal Jalan Berbayar Ditunda untuk Kali Kedua
"Untuk regulasinya, sesuai dengan undang-undang, untuk pengecualiannya tentunya adalah angkutan umum yang pelat kuning," pungkasnya.