Ketiga, kata “bi-‘abdihi” (hamba-Nya). Allah tidak menyebutkan nama Muhammad saw. secara langsung yang bermakna semua hamba-Nya dapat melakukan mi’raj sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits bahwa shalat merupakan mi’rajnya orang-orang beriman. Di sini, kita wajib bersyukur dan optimis. Sebab, di mana pun maqam spiritual yang kita duduki, ada kesempatan yang besar untuk naik kelas. Allah telah memberikan kepada manusia tiket yang dapat digunakan sewaktu-waktu untuk melakukan mi’raj, naik bertemu dengan Allah swt. melalui ibadah shalat dan ibadah-ibadah lainnya. Sementara huruf ‘ba’ dalam kalimat “bi-‘abdihi” berfungsi sebagai isyarat kedekatan (littab‘idl). Artinya, Allah memberikan kriteria khusus hanya kepada hamba-hamba yang dekat dengan-Nya untuk melakukan perjalanan spiritual, naik kepada-Nya. Penggunaan huruf ‘ba’ itu juga mengisyaratkan bahwa perjalanan Isra’ tersebut terjadi di bawah kekuasaan dan kendali Allah swt., penggunaan huruf ba’ ini menjadikan Nabi bukan saja diisra’kan lalu dilepas begitu saja tetapi dilakukan di bawah bimbingan-Nya secara terus menerus bahkan selalu disertai oleh-Nya.
Keempat, kata “lailan” (malam). Ada begitu banyak makna malam dalam ayat ini. Malam, mula-mula juga disyariatkan kepada Nabi Muhammad saw. untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dalam shalat tahajjud. Malam juga dipilih Allah untuk menurunkan al-Qur’an al-Karim. Turunnya wahyu pertama terjadi di malam hari di gua Hira saat Nabi tengah ber-tahannuts. Para wali-wali Allah juga mendapatkan pengalaman spiritual yang mengesankan di waktu malam. Bahkan, Imam Syafi’i rahimahullah pernah mengatakan, “Siapa menghendaki martabat tinggi di hadapan Allah swt., hendaknya dia banyak berjaga di malam hari.” Karena itu pula, Allah menjanjikan kedudukan yang amat tinggi bagi siapa saja yang berlelah-lelah melawan kantuk untuk bangun di malam hari bermunajah dan beribadah kepada-Nya.
“Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat Tahajjud sebagai (ibadah) tambahan bagimu; muda-mudahan Allah Ta’ala mengangkatmu ke tempat yang terpuji.” (Qs. Bani Israil [17]: 79).
Allah Ta’ala juga lebih banyak memerintahkan ibadah shalat di malam hari. Mulai dari Maghrib, Isya’, Subuh, Tahajjud, Qiyamullail, Witr, dan lain sebagainya. Sedangkan di siang hari, hanya mensyariatkan shalat Zhuhur, Ashar, dan Dhuha. Di antara hikmahnya, waktu malam lebih khusyu’ karena diselimuti suasana tenang dan hening yang amat membantu tersambungnya frekwensi hamba dengan Khaliqnya.
Kelima, kalimat “minal masjidil harami ilal masjidil aqsha”, masjid adalah tempat sujud dan haram makna dasarnya adalah yang dihormati/disucikan, sedang kata Alaqsha bermakna yang terjauh adalah tempat sujud yang terjauh Ketika itu, yakni terjauh dalam benak dan pandangan manusia, yaitu Bait al Maqdis di Palestina. Ada juga yang memahami kata almasjid al Aqsha dalam arti masjid yang terjauh, dalam hal ini di langit ke tujuh. Para ahli tafsir juga menjelaskan bahwa simbol masjid menuju masjid dalam Isro Mi’roj berarti perjalanan dari tempat suci menuju tempat suci dan dilakukan oleh yang suci, bermakna hidup ini harus diawali dari kesucian, menuju kesucian dan berakhir dengan kesucian. Pada dasarnya manusia adalah keturunan makhluk surga, maka ia harus berpulang kembali ke surga.
Keenam, kalimat “linuriyahu min ayatina”. Allah swt. ingin memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya kepada Nabi Muhammad saw. Kata “yaro” dalam bahasa Arab artinya "menyaksikan langsung", berbeda dengan kata "syahida", yang berarti menyaksikan tetapi tidak mesti secara langsung. Allah hendak memperlihatkan sebagian tanda-tanda kebesaran-Nya secara langsung, karena pada saat itu da'wah Nabi sedang mengalami puncak kesulitan dan kebuntuan, ditambah dengan duka cita mendalam atas wafatnya paman, kemudian disusul istri tercinta yang selalu menjadi penopang dan pembela dakwahnya.
Pada peristiwa tersebut Nabi Muhammad saw. dipertemukan dengan para nabi sebelumnya, agar ia menyaksikan bahwa mereka pun mengalami masa-masa sulit dan ujian yang besar saat menunaikan tugas sucinya, sehingga pengalaman ini mampu memperkuat motivasi dan semangatnya. Hal ini juga merupakan pelajaran bagi kita, bahwa dalam menyeru kebakan pasti akan mengalami tantangan dan rintangan untuk menjadi media ujian keteguhan dan kesabaran. Kalau kita mampu melewati dengan baik, pasti akan berbuah kesuksesan dan kemenangan. Isra Mi’raj adalah perjalanan menuju kesempurnaan ruhani (insan kamil). Sehingga, perjalanan ini menurut para sufi, adalah perjalanan meninggalkan bumi yang rendah dan fana menuju langit yang tinggi dan abadi. Inilah perjalanan yang amat didambakan setiap pengamal tasawuf dan tentunya semua umat Islam untuk mendapatkan maqam tinggi berupa ridha dan ma’rifat Allah swt.
Sumber: Kemenag
Demikian contoh ceramah Isra Miraj 2023 yang bisa dipilih.
Baca Juga: Link TWIBBON Isra Miraj 2023 Islami Lengkap Cara Pakai