Suara.com - Sugik Nur Raharja atau Gus Nur kini dipastikan akan melewati Hari Raya Idul FItri tahun ini di dalam bui. Sebab Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Solo telah menjatuhkan vonis 6 tahun penjara pada dirinya.
Vonis tersebut dijatuhkan pada Selasa (18/4/2023) atas dakwaan kasus ujaran kebencian terkait ijazah palsu Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Vonis yang dijatuhkan kepada Gus Nur itu lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) sebelumnya, di mana JPU menuntut dirinya dengan hukuman 10 tahun penjara.
Atas putusan itu, kuasa hukum Gus Nur berencana akan mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada kliennya.
Sejauh ini, Gus Nur dikenal sebagai sosok yang kontroversial. Kasus ujaran kebencian yang menjeratnya, hanya satu dari sekian kontroversi yang pernah ditorehkannya.
Apa saja kontroversi Sugik Nur Rahaja atau Gus Nur lainnya? Berikut ulasannya.
Mencemarkan nama baik NU
Pada 24 Oktiber 2019, Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menjatuhkan vonis 1 tahun 6 bulan kepada Gus Nur. Ia dinilai terbukti menyebarkan informasi yang bernada penghinaan terhadap Generasi Muda Nahdlatul Ulama (NU).
Kasus itu bermula ketika Forum Pembela Kader Muda NU melaporkan Gus Nur ke Subdit Siber Ditreskrimsus Polda Jawa Timur pada September 2018.
Baca Juga: Penyebaran Covid-19 Kembali Meningkat, Jokowi Ingatkan Masyarakat Soal Vaksinasi
Ia dilaporkan karena diduga menghina NU dan Banser dalam sebuah video berdurasi 1 menit 26 detik yang diunggah di media sosial.
Atas laporan itu, Polda Jatim menetapkan Gus Nur sebagai tersangka pada November 2018. Dan kasus itu masuk ke persidangan pada 23 Mei 2019.
Sebut penusuk Syekh Ali Jaber bermental PKI
Pada 13 September 2020 lalu, Syekh Ali Jaber mendapatkan serangan ketika berdakwah di Provinsi Lampung. Pendakwah itu ditusuk oleh orang tidak dikenal.
Peristiwa itu membuat Gus Nur berang. Ia lantas mengecam habis-habisan peristiwa itu dan menyatakan pelakunya bermental PKI.
Ia juga merespons dengan sinis dugaan pelaku yang disebut mengalami gangguan jiwa. Ia mengatakan, bukan pertama kalinya terjadi penyerangan terhadap ulama dan pelakunya disebut sebagai orang dengan gangguan jiwa atau ODGJ.