Ahok terpukul dengan penutupan perusahaan tambang miliknya. Namun peristiwa itulah yang pada akhirnya membuat dirinya ingin menjadi pejabat.
Terjun ke politik
Pada 2004, Ahok bergabung dengan Partau Perhimpunan Indonesia Baru (PPIB) yang ketika itu dipimpin Dr Sjahrir.
Sosoknya sukses terpilih sebagai anggota DPRD Kabupaten Belitung Timur periode 2004-2009. Di sanalah ia menunjukkan konsistensinya dalam menilak korupsi.
Salah satunya dengan menolak uang perjalanan dinas fiktif. Ahok juga dikenal sebagai satu-satunya anggota dewan yang sering menemui warga.
Tujuh bulan menjadi anggota DPRD, Ahok lalu maju sebagai calon Bupati Belitung Timur pada 2005. Ia berhasil meraih posisi itu setelah mengantongi 37,13 persen suara.
Ketika menjadi Bupati Beltim, Ahok membenahi banyak hal di birokrasi, mulai dari sistem keuangan, jaminan sosial dan kesehatan hingga kebijakan sekolah gratis.
Kesuksesan itulah yang mendorongnya untuk maju sebagai calon gubernur Bangka Belitung pada 2006, namun akhirnya ia gagal. Kegagalan itu tak menyurutkannya untuk tetap berkiprah di dunia politik.
Pada 2009 ia berhasil melenggang ke DPR RI dari Partai Golkar. Ahok kemudian mulai membuat gebrakan di Senayan dengan melaporkan secara rutin kinerjanya melalui website pribadinya. Di antaranya soal kunjungan kerja hingga pembahasan undang-undang.
Menjadi Wakil Gubernur dan Gubernur DKI
Belum selesai masa jabatannya di DPR RI, pada 2012, Ahok maju sebagai calon wakil gubernur DKI Jakarta mendampingi Joko Widodo.
Pasangan Jokowi-Ahok pun menang dan berhasil memimpin Jakarta dan melakukan sejumlah gebrakan.
Ia lalu naik menjadi Gubernur DKI Jakarta, ketika Jokowi menang di Pilpres 2014 dan menjadi Presiden Indonesia bersama Jusuf Kalla sebagai wakilnya.
Tersandung kasus penistaan agama
Pada 2016, Ahok dilaporkan atas kasus penistaan agama berdasarkan pidato yang dia sampaikan ketika melakukan kunjungan kerja ke Kepulauan Seribu.