"Mereka selalu bawa nama dan simbol NU. Ini juga menjadi bukti bahwa mereka masih selalu under estimate, menganggap warga NU bodoh, hanya bisa ditipu dengan cara berpolitik seperti itu," ujarnya sebagaimana dilansir dari Times Indonesia-jaringan Suara.com.
Ia menyatakan, seharusnya partai politik serta politisi melakukan ikhtiar agar nilai-nilai yang terkandung dalam pilar kebangsaan bisa diaktualisasikan secara nyata, bukan hanya menjadikannya simbol.
"Menjadi gerakan politik yang lebih berbudaya, memberdayakan rakyat, dan mengokohkan sendi-sendi kehidupan bangsa. Bukan sebaliknya, sekadar gerakan simbolik belaka," jelasnya.
Masih menurutnya, penggunaan nama tersebut untuk kepentingan politik praktis merupakan bentuk monopoli yang tidak mencerdaskan, bahkan hanya mengeksploitasi simbol-simbol untuk mengelabui masyarakat.
Tak hanya itu, Idham juga mengungkapkan, bahwa akronim PBNU populer di kalangan kiai-kiai NU untuk mensosialisasikan empat pilar kebangsaan tersebut. Selain itu juga sebagai bentuk kreativitas untuk lebih memudahkan pilar kebangsaan yang benar-benar dijiwai dan dihayati menjadi laku kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Sebelumnya kepada wartawan, Lukmanul Hakim mengaku mengusulkan nama koalisi bakal capres-cawapres Anies Baswedan dengan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin bernama koalisi PBNU dalam menyongsong gelaran Pilpres 2024.
Akronim PBNU tersebut yakni Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945.
"Saya mengusulkan nama koalisi Nasdem-PKB: Koalisi PBNU. Koalisi Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI dan UUD 1945," kata Lukmanul kepada wartawan, Kamis (7/9).
Baca Juga: Hasto Sebut Eks Wakapolri Gatot Eddy Gabung TPN Ganjar, Jadi Wakil Ketua