Ranperpres PKUB: Sentralisasi Ala Orde Baru Suburkan Intoleransi

Jum'at, 29 September 2023 | 08:25 WIB
Ranperpres PKUB: Sentralisasi Ala Orde Baru Suburkan Intoleransi
[Suara.com/Rochmat]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Apalagi di daerah-daerah tertentu yang jemaatnya benar-benar minoritas, otomatis tidak bisa membangun gereja di situ,” kata Pendeta Henrek.

Tokoh penghayat kepercayaan di Indonesia, Engkus Ruswana (suara.com/Pebriansyah Ariefana)
Tokoh penghayat kepercayaan di Indonesia, Engkus Ruswana (suara.com/Pebriansyah Ariefana)

Sebaiknya, kata dia, persyaratan 90/60 dihapuskan serta diganti dengan persyaratan lain. Misalnya, pasal yang mengatur pelantang suara serta area parkir rumah ibadah sehingga tak menganggu kenyamanan masyarakat sekitar.

Selama ini, kata dia, yang dipersoalkan umat agama yang pengikutnya kecil adalah persyaratan 90/60 untuk membangun rumah ibadah.

“Jadi, kalau itu masalahnya, harus ada kebijakan pemerintah untuk mengatasinya.”

Apa pentingnya FKUB nasional?

DIREKTUR Pusat Studi Agama dan Demokrasi Universitas Paramadina, Ihsan Ali-Fauzi, lebih menyoroti peran dan posisi FKUB yang masih dipertahankan dalam Ranperpres PKUB.

Apalagi, FKUB selama ini kerap disorot negatif karena lembaga itu mempunyai kekuatan penuh merekomendasikan boleh atau tidaknya penganut agama mendirikan rumah ibadah.

Menurutnya, FKUB di tingkat daerah lebih dikuatkan dalam aspek mitigasi atau mencegah adanya konflik antarumat beragama.

“Perannya justru harus mendukung resolusi konflik keagamaan berskala kabupaten atau kota,” kata Ali-Fauzi.

Baca Juga: Dampingi Putrinya Wisuda, Wakil Presiden RI Berharap Jebolan UI Bisa Sebarkan Nama Baik Bangsa

Namun, dia mempertanyakan pembentukan FKUB tingkat nasional, yang menjadi hal baru dalam Ranperpers PKUB.

Ali-Fauzi menilai pembentukan FKUB nasional justru bakal menimbulkan masalah baru, serta kontraproduktif.

Sejatinya, masyarakat setempat lah yang mengetahui persoalan daerahnya, termasuk mengenai kerukunan antarumat beragama.

“FKUB nasional ini menunjukkan ada upaya sentralisasi seperti masa Orde Baru. Pusat ingin cawe-cawe urusan daerah,” kritik Ali-Fauzi.

Meski begitu, dirinya memuji kewajiban aturan perwakilan perempuan dalam FKUB yang termaktub dalam rancangan perpres.

“Itu langkah maju. Kalau dalam peraturan menteri tahun 2006, tak ada keterwakilan perempuan dalam FKUB.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI