“Apalagi di daerah-daerah tertentu yang jemaatnya benar-benar minoritas, otomatis tidak bisa membangun gereja di situ,” kata Pendeta Henrek.

Sebaiknya, kata dia, persyaratan 90/60 dihapuskan serta diganti dengan persyaratan lain. Misalnya, pasal yang mengatur pelantang suara serta area parkir rumah ibadah sehingga tak menganggu kenyamanan masyarakat sekitar.
Selama ini, kata dia, yang dipersoalkan umat agama yang pengikutnya kecil adalah persyaratan 90/60 untuk membangun rumah ibadah.
“Jadi, kalau itu masalahnya, harus ada kebijakan pemerintah untuk mengatasinya.”
Apa pentingnya FKUB nasional?
DIREKTUR Pusat Studi Agama dan Demokrasi Universitas Paramadina, Ihsan Ali-Fauzi, lebih menyoroti peran dan posisi FKUB yang masih dipertahankan dalam Ranperpres PKUB.
Apalagi, FKUB selama ini kerap disorot negatif karena lembaga itu mempunyai kekuatan penuh merekomendasikan boleh atau tidaknya penganut agama mendirikan rumah ibadah.
Menurutnya, FKUB di tingkat daerah lebih dikuatkan dalam aspek mitigasi atau mencegah adanya konflik antarumat beragama.
“Perannya justru harus mendukung resolusi konflik keagamaan berskala kabupaten atau kota,” kata Ali-Fauzi.
Baca Juga: Dampingi Putrinya Wisuda, Wakil Presiden RI Berharap Jebolan UI Bisa Sebarkan Nama Baik Bangsa
Namun, dia mempertanyakan pembentukan FKUB tingkat nasional, yang menjadi hal baru dalam Ranperpers PKUB.