Minus Malum, Setan Kecil yang Dibenarkan
Pilihan untuk tidak memilih alias golput dalam politik demokrasi kian mendapatkan kritik. Setiap hajatan demokrasi gerakan ini kerap menjadi sorotan.
Semakin kekinian gerakan golput makin dihadangkan pada pilihan prinsip minus malum. Lalu apa yang dimaksud minus malum toleratur ut maius tollatur?
Doktrin seorang filsuf sekaligus teolog mengenai minus malum toleratur ut maius tollatur sudah dikenal pada pilpres - pilpres sebelumnya.
Pilihan itu merupakan pilihan prinsip yang muncul pada abad pertengahan yang diperkenalkan oleh Istvan bejczy dalam tulisannya berjudul Tolerantia.
Prinsip itu bisa diartikan sebagai “Setan yang lebih kecil dibenarkan untuk mengenyahkan yang lebih besar”.
Sejumlah filsuf di Indonesia seperti Franz Magnis Suseno menggunakan prinsip tersebut untuk menolak golongan putih atau orang-orang yang tak mau ikut mencoblos saat pemilu.
Ungkapan populer Franz Magnis Suseno soal itu adalah,“ Pemilu bukan cari yang terbaik, tapi mencegah yang terburuk memimpin.”
Sosok Romo sempat mendapat sorotan setelah menulis editorial sebuah surat kabar nasional yang berjudul Franz Magnis Suseno menyerang Golongan Putih dengan kata-kata pedas. Golput, tulisnya,
"Adalah sikap benalu atau parasit" dan sikap abstain lantaran tidak menyukai pasangan capres sebagai "tanda kebodohan."
Pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara kemudian mendapatkan sorotan kritik tajam.
"Saya memang mengecewakan mereka," kata Romo Magnis sembari memastikan jika gerakan menyerang juga mengecewakannya.
"Tapi mereka juga mengecewakan saya", sambung Romo
Romo kemudian tetap menyakini jika sikap golput dalam alam demokrasi merupakan tindakan yang malah membahayakan masa depan demokrasi itu sendiri.
Menurut Romo sikap golput bertolakbelakang dengan perjuangan kaum reformis yang memperjuangkan demokrasi di Indonesia.