Suara.com - Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY menyatakan bakal melanjutkan kebijakan gebuk mafia tanah dalam rangka menciptakan keamanan dan kenyamanan bagi investor serta masyarakat.
Usai resmi dilantik pada Rabu (21/2/2024) kemarin, AHY mengatakan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menitipkan tiga hal utama.
Pertama, segera menuntaskan kerja besar untuk membangun sistem yang semakin kapabel, kredibel dan berkelanjutan yakni sertifikasi elektronik.
"Pesan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional periode 15 Juni 2022 - 21 Februari 2024 Bapak Hadi Tjahjanto saya terima secara jelas dan gamblang (loud and clear) untuk gebuk gebuk gebuk mafia tanah kami lanjutkan," katanya sebagaimana dilansir Antara.
AHY mengatakan bahwa dirinya telah diberikan arahan oleh Hadi Tjahjanto bahwa (sertifikat elektronik) ini juga menjadi solusi yang bisa mengatasi banyak hal termasuk sengketa tanah, tumpang tindih, hal-hal yang termasuk praktek melawan hukum yang selama ini dilakukan oleh mafia tanah.
Termasuk juga redistribusi tanah bisa menghadirkan tiga hal yakni keadilan, kemajuan dan kesejahteraan.
"Kalau saya tangkap secara singkat selain sertifikasi elektronik, Presiden RI Jokowi juga mengharapkan agar revisi untuk meyakinkan terkait dengan carbon trading ini agar lebih sukses lagi," kata AHY.
Terakhir tentang mencapai target 120 juta bidang program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang merupakan pekerjaan yang luar biasa mudah-mudahan bisa dicapai bersama.
"Lalu bukan hanya keadilan yang disampaikan oleh Pak Hadi semalam, walaupun itu penting sekali. tanpa keadilan rakyat tidak mungkin sejahtera, tapi kita juga ingin Kementerian ATR/BPN sesuai dengan semangat dan motonya melayani, profesional, dan terpercaya juga bisa menjadi bagian yang fundamental untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi," kata AHY.
Baca Juga: Pantas Jadi Menteri! AHY Punya 3 Gelar Master dan Raih Predikat Cumlaude saat Kuliah di Amerika
Pertumbuhan ekonomi, lanjutnya, selain pendorongnya net dari ekspor dan impor, tapi juga sangat ditentukan oleh seberapa besar belanja pemerintah, konsumsi dan investasi.