Suara.com - Mantan Kepala Bea dan Cukai Purwakarta Rahmady Effendy Hutahaean irit bicara usai menjalani klarifikasi soal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaran Negara (LHKPN) miliknya oleh Komisi Pemerantasan Korupsi (KPK), Senin (20/5/2024).
Proses klarifikasi terhadap Rahmady Effendy Hutahaean berjalan kurang lebih tujuh jam. Dia sebelumnya tiba sekitar pukul 09.30 WIB, dan keluar sekitar pukul 16.12 WIB.
Usai diklarifikasi KPK, Rahmady memilih irit berbicara saat dicecar wartawan dengan sejumlah pertanyaan.
"Saya sudah klarifikasi, silakan tanya ke dalam (KPK)," ujarnya sambil terus berjalan untuk menghindari para wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5/2024).
Diketahui, permintaan klarifikasi kepada Rahmady berkaitan dengan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) miliknya. Di LHKPN miliknya tertera hartanya sekitar Rp 6 miliar, namun informasi yang diperoleh KPK, dia memiliki kemampuan meminjamkan uang senilai Rp 7 miliar kepada orang lain.
"Makanya hartanya Rp 6 miliar, tapi kok dilaporkan dia memberikan pinjaman sampai Rp 7 miliar, kan gitu, enggak masuk di akal ya," kata kata Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan beberapa waktu lalu.
"Jadi kita klarifikasi, nanti kita kasih tahu lah hasilnya apa kira-kira, ya. Tapi ini sekali lagi dampak dari karena ada harta berupa saham di perusahaan lain," sambungnya.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan memutuskan membebastugaskan Rahmady dari jabatannya, karena diduga terlibat benturan kepentingan yang turut melibatkan keluarganya.
Pencopotan Rahmady ini disampaikan Direktur Humas Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto. Menurut Nirwala, pencopotan itu berdasarkan hasil pemeriksaan internal.
"Atas dasar hasil pemeriksaan internal tersebut, yang bersangkutan sudah dibebastugaskan," kata Nirmala seperti dikutip dari Antara, Selasa (14/5/2024).
Sejak 9 Mei 2024, Rahmady sebenarnya sudah dibebastugaskan. Keputusan ini diambil Kemenkeu mempermudah proses pemeriksaan lanjutan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Rahmady sebelumnya dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh advokat dari Kantor Hukum Eternity Global Lawfirm Andreas. Ia menilai ada kejanggalan pada LHKPN milik Rahmady.
Dugaan ini bermula dari kerja sama antara perusahaan istrinya Margaret Christina dengan Wijanto Tirtasana, klien Andreas, sejak 2017. Kerja sama tersebut berkaitan dengan ekspor impor pupuk.
Rahmady berikan pinjaman uang senilai Rp 7 miliar kepada Wijanto dengan syarat menjadikan Margaret sebagai komisaris utama dan pemegang saham sebesar 40 persen.
Namun, Wijanto mengaku menerima ancaman dari Rahmady dan istrinya soal uang pinjaman. Andreas sebagai kuasa hukum Wijanto kemudian menelusuri kasus, yang berujung pada temuan mengenai LHKPN Rahmady.