“Situasi saat ini, tentu semua bisa menilai bagaimana hukum dikonstruksi sedemikian rupa oleh kekuasaan,” ujarnya menegaskan
Bivitri menekankan jika negara akan eksis karena ada warganya, dan bukan sebaliknya. Sehingga proses demokrasi akan bicara mengenai akuntabilitas dan aspek lainnya.
“Sementara politisi juga membawa agenda ekonomi yang kemudian mempengaruhi kebijakan legislatif menciptakan hukum,” ujarnya.
Dia menekankan 4 hal yang membuat demokrasi Indonesia mati, yakni penyeimbang legislatif yang tidak ada, kekuasaan eksekutif nan mendominasi, ruang sipil (kewarganegaraan) nan kian sempit termasuk kebebasan mimbar akademik dan kondisi pers saat ini.
“Legislatif juga ugal-ugalan. Setidaknya ada 5 UU bermasalah saat ini, mulai dari UU TNI/Polri, UU Kementerian negara, sampai UU penyiaran,”ucapnya.
Dekan Fakultas Hukum Unsri Febrian menjelaskan akan ada 5 panel pada hari pertama konfrensi mulai dari Kebebasan Berpendapat di Tengah Irasionalitas pada Era Digital, Ancaman Kerusakan Lingkungan dan Dampak Sentralistik Pengaturan Pertambangan, Demokrasi Dikorupsi, Kehidupan Politik dan Hukum berdasarkan Filsafat Pancasila dan Progresivitas dalam Dinamika Demokrasi.
“Ada diskusi KUHP Baru dari Sisi Filosofis: Belajar dari Tindak Pidana terhadap Agama dan Kepercayaan serta peluncuran dengan diskusi dua buku yaitu Metodologi Hukum Hak Asasi Manusia, Filsafat Hukum. Konferensi hari I ditutup dengan peluncuran dan diskusi tiga buku yaitu Ilmu-Ilmu Empiris tentang Hukum, Bunga Rampai Penegakan dan Penguatan Integritas Peradilan, serta Kepastian Hukum Pengantar, Teoritis, dan Filosofis,” ujarnya menerangkan.