Suara.com - Amnesty Internasional mendesak agak pemerintah segera menguatkan mekanisme dan akuntabilitas aparat penegak hukum untuk menghentikan praktik penyiksaan terhadap masyarakat.
Deputi Direktur Amnesty International Indonesia, Wirya Adiwena mengingatkan, jika hak untuk bebas dari penyiksaan dijamin dalam hukum internasional dan konstitusi Indonesia.
“Meskipun sudah dijamin oleh konstitusi, Amnesty mencatat terdapat setidaknya 226 korban penyiksaan di Indonesia sejak Juli 2019,” ujar Wirya, dalam keterangan tertulisnya, yang diterima Suara.com, Kamis (27/6/2024).
Bahkan dari tahun ke tahun, lanjut Wirya, jumlah penyiksaan masyarakat sipil yang dilakukan aparat penegak terus meningkat.
“Periode 2021-2022 terdapat setidaknya 15 kasus dengan 25 korban, lalu periode 2022-2023 naik menjadi setidaknya 16 kasus dengan 26 korban. Bahkan pada periode 2023-2024 melonjak menjadi setidaknya 30 kasus dengan 49 korban,” ucapnya.
Mayoritas penyiksaan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum dilakukan oleh Polri. Kemudian susul oleh pihak TNI.
“Selama tiga periode tersebut, pelaku penyiksaan didominasi oleh anggota Polri sebanyak 75%, personel TNI 19%, gabungan anggota TNI dan Polri 5%, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) 1%. Ini merupakan data yang mengkhawatirkan,” tegas Wirya.
Data Amnesty ini diperkuat oleh pernyataan Anis Hidayah, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Dia mengungkapkan bahwa Komnas HAM menerima data pengaduan penyiksaan di hampir seluruh wilayah di Indonesia.
Data tersebut diperkuat dengan data pengaduan Komnas HAM terkait kasus penyiksaan periode 1 Januari 2020 – 24 Juni 2024 ada sekitar 282 kasus dengan pihak teradu atau diadukan sebagian besar adalah Polri sebanyak 176, TNI sebanyak 15.
Kemudian, laporan kekerasa yqng terjadi di Lapas sebanyak 10, Lembaga Peradilan 1, Lembaga negara non-kementerian 4, dan pemerintah pusat Kementerian 3.
“Klasifikasi kasus yang paling sering disampaikan adalah kekerasan oleh aparat, baik dalam bentuk interogasi dengan penyiksaan, penggusuran/relokasi, kekerasan pada tahanan. Begitu pula pembunuhan atau penganiayaan oleh aparat, pemeriksaan terhadap pelapor dan/saksi disertai intimidasi dan perlakuan tidak manusiawi, maupun penangkapan dengan penggunaan senjata api secara berlebihan,” beber Anis.
Terbaru, dugaan penyiksaan yang dilakukan terhadap seorang anak, Afif Maulana alias AM (13) oleh personel Sabhara di Polda Sumatera Barat, pada Minggu (9/6/2024) lalu.
Saat itu, AM disiksa hingga berujung tewas, lantaran diduga melakukan tawuran
Direktur LBH Padang, Indira Suryani, mengungkapkan bahwa AM ditemukan meninggal di bawah Jembatan Batang Kuranji, Padang, dengan bekas luka-luka kekerasan.
“Kami menduga tidak hanya AM, tapi anak-anak lainnya mendapat penyiksaan yang diduga dilakukan aparat. Mereka ditangkap dan disiksa karena dituduh melakukan tawuran,” kata Indira.