Meski begitu, urung ada kajian yang mendalam apakah Soekarno kemudian melanjutkan gagasan Semaoen itu.
Sementara itu, pernyataan yang menyebutkan Soekarno telah lama menggagas untuk memindahkan ibu kota ke luar Jakarta, salah satunya muncul dari sosok Roosseno.
Eks Menteri Pekerjaan Umum dan Perhubungan yang juga berprofesi sebagai arsitek itu menyebut Soekarno punya ide yang urung jadi kenyataan dengan memindahkan ibu kota Republik Indonesia di Kalimantan. Ia menyebut lokasinya di Palangkaraya.
"Bung Karno punya ide yang tak jadi kenyataan membuat ibu kota RI di Kalimantan, kira-kira di Palangkaraya. Mengapa? Sebab pemerintah RI belum pernah membuat kota sendiri. Semua kota yang ada sekarang peninggalan kolonial," ujarnya yang kemudian dikutip Olly G.S dalam tulisan Soekarno Sang Arsitek yang diterbitkan dalam majalah Kartini edisi 286 tahun 1985.
Mengutip dari buku bertajuk Soekarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya, Wijanarka menulis Soekarno pernah menggagas menjadikan Palangkaraya sebagai ibu kota menggantikan peran Jakarta.
Disebutkan dalam buku itu, Soekarno melakukan dua kali kunjungan ke Palangkaraya pada pertengahan 1950an.
Dalam kunjungan itu, Soekarno sempat mengutarakan bahwa Palangkaraya bisa jadi modal dan model sebagai kota yang didalamnya terdapat pusat pemerintahan.
"Jadikanlah kota Palangkaraya sebagai modal dan model," kata Soekarno ketika pertama kali menancapkan tonggak pembangunan Palangkaraya pada 17 Juli 1957.
"Kedua menghilangkan sentralistik Jawa. Selain itu pembangunan di Jakarta dan Jawa adalah konsep peninggalan Belanda. Soekarno ingin membangun ibu kota dengan konsepnya sendiri bukan peninggalan penjajah," tulis Wijanarka.
Namun, ide Soekarno tentang ibu kota dipindah ke Palangkaraya itu dibantah sejarawan Gerry van Klinken.
Ia menyebut bahwa gagasan Soekarno terkait Palangkaraya adalah membangun wilayah tersebut sebagai siasat untuk menjauhkan dari gejolak politik.
van Klinken menilai di balik gagasan Soekarno soal membangun Palangkaraya adalah guna membangun bangsa yang baru merdeka tetap solid. Apalagi pada periode 1957-1958, negara Indonesia kala itu tengah menghadapi masalah state building nan serius.
Masalah itu diwarnai dengan adanya sejumlah pergolakan di daerah, salah satunya di wilayah Kalimantan yang berpotensi memunculkan disintegrasi.
Belakangan wacana mengenai pemindahan ibu kota mereda dan berakhir setelah Preisden Soekarno mengesahkan UU nomor 10 tahun 1964 yang menetapkan Jakarta tetap sebagai ibu kota negara.
Lantas bila kemudian dirunut jauh di kemudian hari, wacana ibu kota pindah sebenarnya mimpi Soekarno atau Jokowi?