Terlupakan! Kisah Pejuang Sumpah Pemuda yang Jadi Rektor Unhas dan Menteri

Muhammad Yunus Suara.Com
Senin, 28 Oktober 2024 | 12:59 WIB
Terlupakan! Kisah Pejuang Sumpah Pemuda yang Jadi Rektor Unhas dan Menteri
Potret Arnold Mononutu [Suara.com/Arsip Museum Sumpah Pemuda]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Perjuangan Arnold Mononutu untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) bebas dari agresi dan intimidasi Belanda begitu kuat dan nyata. Dia kemudian diangkat dan ditunjuk memegang beberapa jabatan strategis NKRI.

Pada bulan Desember 1949–1950, pria bernama lengkap Arnoldus Isaac Zacharias Mononutu menjadi Menteri Penerangan Kabinet RIS.

Pada tahun 1951-1952 menjadi Menteri Penerangan Kabinet Sukiman-Suwirjo, dilanjutkan tahun 1952-1953 sebagai Menteri Penerangan pada Kabinet Wilopo.

Salah satu perjuangan Arnold yang tidak banyak diketahui orang adalah nama ibukota Republik Indonesia. Nama Batavia dipakai sekitar tahun 1621 sampai tahun 1942, ketika Hindia Belanda jatuh ke tangan Jepang.

Pada masa kepemimpinan Jepang, nama kota diubah menjadi Jakarta. Perubahan nama itu dilakukan sebagai bagian dari de-Nederlandisasi.

Nama Jakarta pun kian popular, walaupun belum ditetapkan secara resmi. Pengukuhan nama Jakarta baru dilakukan pada 30 Desember 1949 oleh Arnold Mononutu sebagai Menteri Penerangan saat itu.

Pengukuhan nama Jakarta dilakukan Arnold Mononutu itu sesudah berlangsungnya Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.

Lalu pada tahun 1960, Presiden Soekarno menunjuk Arnold Mononutu jadi Rektor ke-3 Universitas Hasanuddin dengan gelar Profesor atau Guru Besar.

Dalam lima tahun jabatannya sebagai rektor, jumlah mahasiswa bertumbuh dari 4.000 menjadi 8.000 mahasiswa.

Baca Juga: Ikut Peringati Sumpah Pemuda, Manchester United: Yang Muda yang Membara!

Pada awal jabatannya, universitas ini hanya memiliki tiga fakultas yaitu Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, dan Fakultas Kedokteran.

Selama masa jabatannya, enam fakultas baru didirikan yakni Fakultas Ilmu Pasti dan Alam, Fakultas Pertanian, Fakultas Peternakan, Fakultas Sastra, Fakultas Sosial Politik, dan Fakultas Teknik.

Dengan demikian, dalam kepemimpinannya pada universitas terkemuka di Indonesia Timur itu, semakin banyak anak bangsa yang dididik menjadi generasi penerus perjuangan bangsa Indonesia dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kini, 93 tahun setelah sumpah pemuda, semangat Om No dan Sumpah Pemuda itu masih dibutuhkan Indonesia. Masih banyak masalah yang dihadapi generasi muda kita seperti pengangguran dan kemiskinan.

Kontributor : Lorensia Clara Tambing

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI