Bergaul dengan kedua orang itu, menambah wawasan dan pandangannya tentang perjuangan kemerdekaan bangsanya. Dia kemudian menjadi aktivis Jong Minahasa (1919-1920) dan Jong Celebes (1927).
Pada mulanya, Om No bekerja untuk sebuah perusahaan eksplorasi minyak Jepang bernama Mitsui Bussan Kaisha, tetapi kemudian memutuskan untuk bekerja di Perguruan Rakyat yang baru didirikan, walaupun dengan gaji yang lebih rendah.
Ia mengelola dan mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan oleh Perguruan Rakyat bersama dengan Mohammad Yamin dan Gunawan Mangunkusumo.
Sekolah-sekolah tersebut memiliki total sekitar 300 siswa yang terdaftar. Namun, pada tahun 1930, Mononutu harus meninggalkan Perguruan Rakyat dan kembali ke Manado karena merawat ibunya yang sakit.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Belanda berupaya membentuk sebuah negara federasi yang terpisah dari Republik Indonesia. Maka dibentuklah Negara Indonesia Timur (NIT) pada tahun 1946.
Arnold tidak berdiam diri. Ia berjuang bersama rakyat Indonesia Timur dan tetap memilih bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Setelah Agresi Militer Belanda I pada tahun 1947, Arnold mendirikan Gabungan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia. Organisasi ini berusaha menyoroti tindakan Belanda yang berupaya untuk kembali menjajah Indonesia.
Bersama beberapa teman, dia kemudian mendirikan organisasi politik yang dikenal dengan nama Persatuan Indonesia.
Bersamaan dengan itu, diterbitkan sebuah koran bernama Menara Merdeka, yang bertujuan untuk mempromosikan cita-cita Persatuan Indonesia.
Baca Juga: Ikut Peringati Sumpah Pemuda, Manchester United: Yang Muda yang Membara!
Koran ini memberikan pesan-pesan pro-republik dan mengkritik upaya-upaya Belanda untuk membentuk sebuah negara yang terpisah dari Republik Indonesia yang baru saja diproklamasikan.