Suara.com - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berupaya memperkuat strategi penanggulangan ekstremisme berbasis kekerasan melalui Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Terorisme (RAN PE) fase kedua.
Dengan pendekatan multipihak, BNPT berkolaborasi bersama kementerian, lembaga, dan masyarakat sipil untuk mencegah ancaman terorisme di Indonesia.
Direktur Bidang Kerjasama Regional Multilateral, Dionisius Elvan Swasono menegaskan bahwa RAN PE merupakan kebijakan strategis yang telah diinisiasi sejak diterbitkannya Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2021.
"RAN PE adalah rangkaian kebijakan yang diinisiasikan BNPT untuk meningkatkan pencegahan terhadap ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme," ujarnya di Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (21/2/2025).
Kekinian, BNPT bersiap mengimplementasikan RAN PE fase kedua yang akan berjalan pada 2025-2029.
"Presiden melalui Perpres sudah mengumandangkan BNPT mengenai RAN PE 2025-2029. Dengan adanya RAN PE ini, kita berkolaborasi semuanya. Jadi tidak hanya pemerintah, tapi juga masyarakat sipil bersatu padu untuk mencegah," tambahnya.
Dalam fase pertama, sebanyak 132 dari 135 aksi RAN PE telah berhasil dijalankan.
Program ini juga mendorong delapan provinsi dan 13 kabupaten/kota untuk secara mandiri membentuk regulasi daerah dalam mendukung pelaksanaan RAN PE.
Delapan provinsi tersebut adalah Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Banten, dan Kalimantan Selatan.
Baca Juga: Waspada! BNPT Ungkap Keresahan Sosial Jadi Celah Rekrutmen Teroris
Keberhasilan lainnya adalah terbentuknya Struktur Tata Kelola Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan.
RAN PE juga memperkuat kebijakan nasional terkait PCVE (Preventing and Countering Violent Extremism) melalui berbagai regulasi kementerian dan lembaga.
"Kami telah mendorong implementasi RAN PE dari level terkecil, yakni desa dan komunitas, hingga tingkat pusat," katanya.
Dalam fase kedua, BNPT akan menerapkan pendekatan tematik dengan sembilan fokus utama.
Fokus tersebut mencakup kesiapsiagaan nasional, ketahanan komunitas dan keluarga, pendidikan, serta keterampilan masyarakat dan fasilitasi lapangan kerja.
Selain itu, perlindungan serta pemberdayaan perempuan, pemuda, dan anak juga menjadi prioritas.