Suara.com - Uji materi yang dimohonkan oleh sejumlah mahasiswa tentang calon anggota legislatif (caleg) putra daerah di Mahkamah Konstitusi perlu dipertimbangkan dan diapresiasi, demikian respons sejumlah pakar hukum tata negara dan kepemiluan di Tanah Air.
Pakar hukum tata negara dari Universitas Gadjah Mada Yance Arizona memandang perlu mempertimbangkan Perkara Nomor 7/PUU-XXIII/2025 untuk mendorong caleg mempunyai basis konstituen yang lebih jelas dari wilayah domisilinya.
"Hal ini jperlu untuk menghindari calon cabutan yang tiba-tiba saja muncul di daerah pemilihan tertentu tanda dasar relasi dengan konstituennya," ucap Yance sebagaimana dilansir Antara, Kamis (6/3/2025).
Menurut Yance, meski uji materi dengan topik serupa pernah diajukan dan diputus tidak dapat diterima, Mahkamah bisa saja memutuskan lain. Dalam beberapa perkara, MK mengesampingkan putusan sebelumnya dan membuat putusan yang berbeda.
"Hal itu bisa terjadi, salah satunya karena pemohon bisa mengajukan dalil berbeda yang meyakinkan bagi MK untuk mengabulkannya," kata Yance.
Sementara itu, pakar kepemiluan dari Universitas Indonesia Titi Anggraini mengatakan bahwa permohonan uji materi tersebut perlu diapresiasi karena para pemohon berusaha untuk menekankan pentingnya hubungan antara caleg dan daerah pemilihan (dapil).
Terlebih, kata Titi, permohonan itu didasari oleh besarnya jumlah caleg yang tidak berdomisili di daerah pemilihannya, tidak lahir, maupun juga tidak pernah bersekolah di dapil tempat mereka dicalonkan.
"Intinya mahasiswa ini ingin agar caleg DPR dan DPRD juga seperti caleg DPD yang harus berdomisili di dapil atau provinsi tempat mereka mencalonkan diri, sebagaimana pernah diputus dalam Putusan MK Nomor 10/PUU-VI/2008," ujarnya.
Jika dikabulkan, menurut Titi, uji materi tersebut akan menguntungkan kader partai di daerah karena bisa memperkuat kelembagaan partai politik di daerah tersebut dan memperkokoh desentralisasi politik.
Baca Juga: Kemen PPA Dukung Usulan Caleg Perempuan Ada di Nomor Urut 1 Kertas Suara
"Selain itu, ini juga akan memperbesar peluang keterpilihan putra/putri daerah dalam kontestasi politik nasional," imbuh dia.
Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan di MK, Jakarta, Rabu (5/3), Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang mempersoalkan Pasal 240 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Aliansi tersebut terdiri atas delapan mahasiswa, yakni Ahmad Syarif Hidayaatuullah, Arief Nugraha Prasetyo, Samuel Raj, Alvin Fauzi Khaq, Aura Pangeran Java, Akhilla Mahendra Putra, Arya Ashfihani H.A., dan Isnan Surya Anggara.
Pasal 240 ayat (1) huruf c UU Pemilu berbunyi: "Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan: c. bertempat tinggal di wilayah NKRI."
Dalam permohonannya, para pemohon menyoroti minimnya putra daerah mewakili dapil tempat mereka dicalonkan. Disebutkan bahwa sebanyak 1.294 caleg DPR pada Pemilu 2024 tidak memiliki kedekatan dengan dapil karena mayoritas berasal dari DKI Jakarta dan sekitarnya.
Sementara itu, dari total 9.917 orang dalam daftar calon tetap (DCT) yang disahkan KPU, sebanyak 5.701 caleg (57,5 persen) di antaranya tinggal di luar dapilnya, sedangkan 3.605 caleg (36,4 persen) dari total DCT tinggal di luar dapil dan tidak lahir di kabupaten/kota di dapilnya.