"Jika mengacu pada UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, memang hanya lembaga dengan fungsi teknis terkait pertahanan dan lainnya yang dapat dipertimbangkan untuk melibatkan personel aktif TNI. Itu pun dengan syarat kompetensi dan transparansi seleksi yang terukur," ungkapnya.
![Ilustrasi Sidang DPR. [Suara.com/Bagaskara]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/13/18241-ilustrasi-sidang-dpr.jpg)
Saat ini Revisi UU TNI sedang dalam pembahasan intensif di DPR RI. Komisi I DPR menjadi pihak yang paling aktif dalam membahas dan menggodok draf revisi.
Meski begitu, Revisi UU TNI menuai prokontra dari berbagai pihak. Sejumlah pengamat, LSM, dan tokoh masyarakat sipil menolak revisi ini karena dianggap dapat mengancam reformasi sektor keamanan dan supremasi sipil.
Sementara itu, pihak pemerintah dan sebagian anggota DPR mendukung revisi ini dengan alasan untuk meningkatkan efektivitas dan profesionalitas TNI.
Sebelumnya, DPR telah mengadakan serangkaian RDP dengan berbagai pihak terkait, termasuk TNI, Kementerian Pertahanan, pengamat militer, dan organisasi masyarakat sipil untuk mendapatkan masukan dan pandangan terkait revisi ini.
Namun dalam prosesnya, pembahasan revisi UU TNI dikritik karena dianggap kurang transparan dan melibatkan partisipasi publik yang terbatas.
Lantaran itu, beberapa pihak mendesak agar pembahasan revisi UU TNI ditunda hingga pemerintahan baru terbentuk setelah Pemilu 2024.
Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa revisi ini dibahas secara komprehensif dan melibatkan seluruh elemen masyarakat. Hingga saat ini, draf final revisi UU TNI belum disepakati oleh DPR dan pemerintah. Masih ada beberapa poin krusial yang perlu diselesaikan dan disepakati bersama.
Syamsu Rizal juga menegaskan pentingnya melibatkan tim verifikasi independen dalam proses seleksi personel TNI yang akan ditempatkan di lembaga sipil. Hal ini untuk menghindari praktik nepotisme atau intervensi politik.
Baca Juga: TB Hasanuddin: Posisi Letkol Teddy Sebagai Seskab Langgar UU TNI, Harus Mundur dari Militer!
"Pembahasan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk mempertahankan kesatuan dan keutuhan bangsa. Bagaimanapun, jangan melupakan esensi reformasi TNI pasca-Orde Baru, di mana netralitas dan profesionalisme militer adalah kunci keberhasilan demokrasi Indonesia," katanya.
Saat ini, Komisi I DPR masih mengumpulkan masukan dari berbagai pihak, termasuk akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan pakar hukum, untuk memastikan revisi UU TNI berjalan transparan dan mengakomodir kepentingan publik.
"Kami membahas lebih detail dalam rapat Panja RUU TNI di Komisi I," tambahnya.
Saat ini Revisi UU TNI sedang dalam pembahasan intensif di DPR RI. Komisi I DPR menjadi pihak yang paling aktif dalam membahas dan menggodok draf revisi.
Meski begitu, Revisi UU TNI menuai prokontra dari berbagai pihak. Sejumlah pengamat, LSM, dan tokoh masyarakat sipil menolak revisi ini karena dianggap dapat mengancam reformasi sektor keamanan dan supremasi sipil.
Sementara itu, pihak pemerintah dan sebagian anggota DPR mendukung revisi ini dengan alasan untuk meningkatkan efektivitas dan profesionalitas TNI.