Membenahi Pendidikan yang Setara untuk Penyandang Disabilitas
Selain dijamin oleh UU, hak anak penyandang disabilitas tertuang dalam Konvensi PBB untuk Hak-hak Anak Pasal 23 yang berbunyi 'Setiap anak dengan disabilitas berhak atas pendidikan, pelatihan dan perlindungan khusus agar dapat menjalani kehidupan secara penuh’.
Sejak ratifikasi Konvensi mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas (CRPD) pada tahun 2011, pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen untuk merangkul penyandang disabilitas, salah satunya dengan menggalakkan sekolah inklusif yang mengalami peningkatan sebesar 29 persen dari tahun 2020 hingga 2021.
Pemerintah juga telah mengeluarkan UU Disabilitas dan Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2019 yang menjadi peraturan payung untuk Rencana Induk Penyandang Disabilitas (RIPD). Rencana ini mencakup arahan untuk kementerian dan pemerintah daerah dalam merancang kebijakan pembangunan inklusif untuk memenuhi hak-hak penyandang disabilitas.

RIPD yang mencakup rencana 25 tahun ini memiliki tujuh rencana strategis, yakni data mengenai penyandang disabilitas dan keterlibatannya dalam proses pembangunan, lingkungan yang ramah disabilitas, politik dan keadilan, pemberdayaan, ekonomi inklusif, pendidikan dan keterampilan dan akses terhadap perawatan kesehatan.
RIPD diterjemahkan ke dalam Rencana Aksi Nasional Penyandang Disabilitas (RAN-PD) dengan periode lima tahun, mulai 2021-2025. Rencana ini tidak fokus ditujukan untuk anak penyandang disabilitas, namun merujuk pada anak penyandang disabilitas dalam beberapa aktivitas, seperti akses terhadap keadilan dan pendidikan inklusif.
Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian PPN/Bappenas, Maliki mengakui, rencana aksi yang dibuat belum sepenuhnya berjalan maksimal. Hasil evaluasi rencana aksi periode ini akan menjadi catatan penting yang akan dimasukkan pada rencana aksi di periode berikutnya. Hingga memasuki akhir periode rencana aksi 2021-2025, ada beberapa capaian yang mencakup anak penyandang disabilitas, yakni perlindungan hukum dari kekerasan perempuan dan anak disabilitas oleh Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak dan peningkatan kualitas tenaga pengajar SLB.
Maliki mengklaim, salah satu pencapain terbesar adalah membuat data penyandang disabilitas yang komprehensif dan inklusif melalui pendataan Registrasi Sosial Ekonomi Regsosek) oleh Bappenas.
"Data ini mencakup data by name by adress, sehingga memberikan analisis lebih rinci dan akurat tentang kondisi kelompok penyandang disabilitas di Indonesia," kata Maliki saat dihubungi Suara.com.
Sementara itu, merujuk pada hasil riset yang dilakukan oleh SAPDA Yogyakarta, Irma berharap agar pemerintah bisa fokus meminimalisir situasi kerentanan anak penyandang disabilitas dalam pendidikan, yakni menyediakan informasi ketersediaan sekolah khusus dan sekolah inklusif yang komprehensif dan dapat dijangkau oleh keluarga dengan anak penyandang disabilitas, menyediakan informasi dukungan berupa asesmen terhadap anak penyandang disabilitas pra sekolah, memastikan sekolah memberikan pemahaman tentang inklusifitas dan anak berkebutuhan khusus untuk seluruh warga sekolah dalam mendukung program sekolah inklusif.
Tak hanya itu, pemerintah juga perlu meningkatkan jumlah guru kelas dan guru pendamping khusus yang mampu memahami situasi anak penyandang disabilitas sehingga dapat memberikan pembelajaran yang sesuai.