Fakta Kasus Dokter RSMH Palembang: Dari Tendangan Brutal Hingga Dinonaktifkan

Tasmalinda Suara.Com
Rabu, 23 April 2025 | 20:12 WIB
Fakta Kasus Dokter RSMH Palembang: Dari Tendangan Brutal Hingga Dinonaktifkan
Dokter muda ditendang dokter konsulen IGD RSUP Muhammad Hoesien

Suara.com - Dokter seorang konsulen di Rumah Sakit Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel) mendadak mencuat setelah terlibat dalam insiden kekerasan terhadap peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Sriwijaya (Unsri).

Aksi yang tak pantas dilakukan oleh seorang pendidik ini—menendang testis peserta PPDS—membuat geger dunia medis dan akademik.

Berikut 5 fakta kasus dokter tendang testis di Palembang berujung penonaktifan yang menggemparkan:

1. Aksi Kekerasan Terjadi di Lingkungan Pendidikan Dokter Spesialis

Insiden kekerasan ini terjadi saat seorang peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi Universitas Sriwijaya menjalani masa pendidikan klinis di RSUP Mohammad Hoesin (RSMH) Palembang.

Korban diduga ditendang di bagian testis oleh seorang konsulen senior, Dokter YS, yang seharusnya menjadi pembimbing profesional dalam dunia pendidikan kedokteran.


2. Korban Alami Cedera Serius dan Dilarikan ke IGD

Akibat tindakan kekerasan tersebut, korban mengalami cedera hingga mengalami pendarahan serius. Ia harus dilarikan ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSMH untuk mendapatkan penanganan medis.

Informasi ini mencuat ke publik setelah diunggah oleh akun Instagram @PPDSgramm dan langsung menyita perhatian publik serta komunitas tenaga kesehatan.

Baca Juga: Jajal Drone Penebar Benih di Sumsel, Prabowo Kaget: Ternyata Sehari Bisa 25 Hektare


3. Dokter YS Dinonaktifkan dari Tugas Pengajaran dan Pelayanan

Sebagai bentuk respons cepat atas insiden kekerasan yang mengguncang dunia pendidikan kedokteran, pihak Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Mohammad Hoesin Palembang resmi menonaktifkan Dokter YS dari seluruh kegiatan pengajaran dan pelayanan medis, terhitung sejak 22 April 2025.

Keputusan ini bukan hanya sekadar tindakan administratif, tetapi merupakan langkah serius dari manajemen rumah sakit untuk menunjukkan komitmen terhadap profesionalisme dan etika dalam lingkungan kerja medis.

Penonaktifan tersebut dimaksudkan untuk menjaga integritas institusi serta menciptakan suasana yang kondusif di tengah sorotan publik yang semakin intens.

Di sisi lain, keputusan ini juga memberikan ruang yang adil bagi proses investigasi lanjutan agar berjalan tanpa tekanan dan potensi konflik kepentingan.

Dalam situasi seperti ini, transparansi dan akuntabilitas menjadi landasan utama agar seluruh pihak—baik korban, pelaku, maupun institusi—dapat diperlakukan sesuai dengan prinsip keadilan dan kebenaran.

Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI