Berikut sejarah terbentuknya Kota Solo yang kaya akan budaya dan peninggalan bersejarahnya:
Terletak di jantung Pulau Jawa, Kota Surakarta, atau lebih dikenal dengan nama Solo, menyimpan sejarah panjang dan kaya yang menjadikannya salah satu pusat kebudayaan Jawa yang paling penting hingga saat ini.
Kota ini bukan hanya sekadar pusat ekonomi dan pendidikan, tetapi juga merupakan warisan hidup dari kerajaan besar yang pernah berjaya di tanah Jawa.
Awal Mula Berdirinya Surakarta
Kota Surakarta berdiri pada 17 Februari 1745, berawal dari perpindahan pusat pemerintahan Kesultanan Mataram dari Kartasura ke desa Sala oleh Sri Susuhunan Pakubuwana II.
Perpindahan ini dipicu oleh kondisi keraton Kartasura yang sudah tidak kondusif pasca pemberontakan dan kerusuhan politik yang dikenal dengan sebutan Pemberontakan Raden Mas Garendi (Sunan Kuning).
Desa Sala dipilih karena letaknya yang strategis di tepi Sungai Bengawan Solo dan jauh dari pengaruh konflik politik.
Sejak saat itulah, wilayah tersebut dinamakan Surakarta Hadiningrat, dan keraton baru dibangun untuk melanjutkan kejayaan dinasti Mataram.
Perpecahan Mataram dan Dualisme Keraton
Sejarah Surakarta tak lepas dari konflik internal dan campur tangan Belanda. Perjanjian Giyanti pada tahun 1755 membagi Kesultanan Mataram menjadi dua: Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan Sultan Hamengkubuwono I, dan Kasunanan Surakarta yang tetap dikuasai oleh Pakubuwana III.
Belum cukup dengan itu, pada tahun 1757 terjadi perjanjian Salatiga, yang kembali memecah wilayah Surakarta.
Pangeran Mangkubumi, saudara Pakubuwana, mendirikan Pura Mangkunegaran sebagai istana keduanya di Surakarta, menandai munculnya otoritas baru di bawah gelar Adipati Mangkunegara.
Baca Juga: Pertanyakan Alasan Solo Diusul jadi Daerah Istimewa, Legislator Golkar Khawatirkan Ini
Sejak saat itu, Kota Surakarta memiliki dua pusat kekuasaan: Keraton Kasunanan dan Pura Mangkunegaran.