Suara.com - Komisi II DPR RI menyoroti secara serius Pilkada di tujuh daerah yang kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah dilakukan pemungutan suara ulang (PSU). Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf menekankan bahwa seharusnya jangan sampai terjadi Pilkada PSU lebih dari satu kali.
"Ke depan komisi II DPR fokus terhadap permasalahan dari gugat menggugat yang tidak berkesudahan di MK dari hasil pilkada daerah, sehingga terus berulang lagi seperti yang pernah terjadi pilkada sebelumnya, berlangsung lama lebih dari 2 tahun. Sehingga memakan waktu massa jabatan kepala daerah," kata Dede Yusuf saat rapat kerja bersama Kementerian Dalam Negeri di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (5/5/2025).
Menurut politisi Partai Demokrat tersebut, ke depan perlu adanya aturan tentang pembatasan gugatan sengketa pilkada ke MK.
"Diperlukan pembatasan gugatan paslon ke MK RI yang termuat dalam aturan norma yang tegas dalam Undang-Undang pemilihan daerah mengenai jangka waktu penyelesaian gugatan sengketa di MK. Singkatnya pada rapat kerja beberapa waktu lalu, kita pernah menyampaikan bahwa jangan sampai PSU ini ada PSU lagi," tegasnya.
Diketahui, ada tujuh daerah yang kembali diajukan gugatan sengketa pilkada ke MK setelah dilakukan PSU. Tujuh daerah itu di antaranya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Siak, Kabupaten Barito Utara, Kabupaten Buru, Kabupaten Pulau Taliabu, Kabupaten Banggai, dan Kabupaten Kepulauan Talaud.
MK direncanakan akan membacakan sidang putusan atas gugatan sengketa ketujuh daerah tersebut hari ini. Menanggapi hal tersebut, Dede menyampaikan kalau daerah akan semakin terbebani secara anggaran jika putusan MK kembali menyatakan PSU.
"Kita tidak tahu apa yang akan terjadi setelah gugatan dilayangkan ke MK, kita belum tahu juga. Namun dari permasalahan yang kita punya, faktor anggaran juga jadi salah satu isu. Beberapa daerah sudah teriak gak ada lagi anggaran untuk melaksanakan pemilihan. Ada anggaran rakyat yang terpakai besar-besaran dan hasilnya belum jelas," tutur Dede.
Proses Persidangan di MK
![Suasana sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). [ANTARA FOTO/Fauzan/rwa]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/01/02/82467-mk-hapus-persyaratan-ambang-batas-pencalonan-presiden-mahkamah-konstitusi.jpg)
Mahkamah Konstitusi menyatakan sengketa hasil pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada Kabupaten Barito Utara, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara, tahun 2024 berlanjut ke tahap sidang pembuktian.
Baca Juga: Jakarta Nihil Pilkada Putaran Kedua, KPU DKI Pulangkan Sisa Hibah Rp448 Miliar ke Pemprov
“Terhadap perkara yang tidak diucapkan putusannya pada sidang pagi hari ini berarti harus lanjut pada sesi pembuktian, yaitu Perkara Nomor 313 dari Barito Utara dan 317 dari Kepulauan Talaud,” ucap Ketua MK Suhartoyo di Ruang Sidang Pleno MK RI, Jakarta, Senin.
Sidang lanjutan dengan agenda pembuktian direncanakan berlangsung pada Kamis (8/5) depan. Para pihak yang perkaranya dinyatakan lanjut dipersilakan oleh Mahkamah untuk mengajukan saksi dan/atau ahli paling banyak empat orang.
“Mau saksi semua atau ahli semua juga boleh, yang penting jumlahnya tidak lebih dari empat tersebut,” ucap Suhartoyo.
Perkara Nomor 313/PHPU.BUP-XXIII/2025 diajukan oleh calon bupati dan wakil bupati Barito Utara nomor urut 1 Gogo Purman Jaya dan Hendro Nakalelo.
Dalam permohonannya, Gogo-Hendro mendalilkan rivalnya, pasangan calon nomor urut 2 Akhmad Gunadi Nadalsyah dan Sastra Jaya, melakukan kecurangan secara terstruktur, sistematis, dan masif dengan cara membagikan uang hingga Rp16 juta per pemilih.
Kecurangan diduga terjadi pada masa pelaksanaan PSU pada 22 Maret 2025 di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 01 Kelurahan Melayu, Kecamatan Teweh Tengah dan TPS 04 Desa Malawaken, Kecamatan Teweh Baru, Kabupaten Barito Utara.