Suara.com - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mengambil langkah tegas dengan memperketat izin alih fungsi lahan pertanian.
Kebijakan ini diambil guna menjaga ketahanan pangan, melindungi lingkungan, serta memastikan sektor pertanian tetap menjadi penopang utama perekonomian daerah.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB, Taufieq Hidayat, menegaskan bahwa pemerintah daerah hanya akan mengizinkan alih fungsi lahan pertanian untuk kebutuhan yang sangat mendesak.
Seperti proyek strategis nasional, kepentingan umum, serta penanganan dampak bencana alam.
“Kami perketat alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan hanya boleh untuk kebutuhan mendesak,” ujar Taufieq dalam keterangannya di Mataram, Selasa (6/5).
Langkah ini diambil menyusul banyaknya permohonan izin alih fungsi lahan yang masuk ke pemerintah provinsi.
Namun, Taufieq menyatakan bahwa pihaknya melalui Dinas Pertanian dan Perkebunan belum mengeluarkan rekomendasi atas permintaan-permintaan tersebut.
Ia menegaskan pentingnya menjaga Kawasan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KP2B) sebagai wilayah yang secara hukum dan teknis ditetapkan untuk kegiatan budidaya pertanian.
Menurutnya, jika lahan pertanian terus dikonversi menjadi kawasan non-pertanian, maka akan berisiko besar terhadap penurunan produktivitas sektor pangan, dan pada akhirnya mengancam ketahanan pangan lokal dan nasional.
Baca Juga: Hari Lingkungan Hidup, Ini Cara Pertamina Dorong Pekerja Jadi Role Model Dekarbonisasi
“Kalaupun ada proyek strategis nasional, maka harus ada lahan pengganti,” tegasnya.
Lahan Pertanian Jadi Aset Strategis Daerah
NTB saat ini memiliki lahan baku sawah seluas 234 ribu hektare serta KP2B seluas 282 ribu hektare.
Selain itu, pemerintah juga mencatat adanya cadangan lahan pertanian berkelanjutan seluas 600 ribu hektare.
Yang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti jika terjadi alih fungsi lahan yang tak terhindarkan.
Cadangan tersebut merupakan bentuk antisipasi pemerintah agar luas lahan pertanian tidak terus menyusut.
Dalam jangka panjang, NTB berupaya menambah jumlah lahan pertanian, bukan menguranginya.
“Lahan tidak boleh berkurang dan harus terus ditambah,” kata Taufieq.
Pertanian Jadi Penopang Ekonomi Saat Sektor Tambang Lesu
Kebijakan mempertahankan lahan pertanian ini juga didorong oleh fakta bahwa sektor pertanian merupakan penyelamat ekonomi NTB.
Di tengah kontraksi pertumbuhan akibat merosotnya kinerja sektor tambang.
Pada Triwulan I 2025, perekonomian NTB mengalami kontraksi sebesar minus 1,47 persen.
Penyebab utamanya adalah tidak adanya aktivitas ekspor produk tambang, khususnya dari komoditas andalan seperti tembaga dan emas.
Namun di tengah kelesuan tersebut, lapangan usaha pertanian justru mencatat pertumbuhan positif sebesar 2,09 persen.
Menjadikannya sebagai penopang utama dalam struktur pertumbuhan ekonomi daerah. Angka ini menunjukkan pentingnya sektor pertanian dalam stabilisasi ekonomi regional.
Lebih lanjut, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 23,24 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB, dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar 10,28 persen.
Sementara itu, kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB hanya 16 persen, bahkan mencatat pertumbuhan negatif sebesar minus 30,14 persen.
“Ini bukti bahwa pertanian tidak hanya urusan pangan, tapi juga menyangkut ekonomi rakyat dan daerah,” jelas Taufieq.
Ketahanan Pangan dan Lingkungan Jadi Prioritas
Kebijakan memperketat alih fungsi lahan ini bukan semata-mata soal ekonomi.
Menurut Taufieq, konversi lahan pertanian juga berdampak pada ketahanan pangan jangka panjang dan keseimbangan lingkungan hidup.
Lahan pertanian yang dialihfungsikan menjadi kawasan industri atau pemukiman, misalnya, bisa menyebabkan terganggunya sistem irigasi, hilangnya cadangan air tanah, dan meningkatnya risiko bencana ekologis seperti banjir dan longsor.
Selain itu, pertanian juga memiliki peran penting dalam penyediaan lapangan kerja, terutama bagi masyarakat pedesaan.
Jika lahan-lahan produktif menyusut, maka peluang kerja pun ikut menyempit, meningkatkan potensi kemiskinan di pedesaan.
Pemerintah NTB pun mengajak seluruh pihak — mulai dari pemerintah kabupaten/kota, investor, akademisi, hingga masyarakat — untuk bersama-sama menjaga dan mempertahankan lahan pertanian produktif.
Arah Kebijakan Jangka Panjang
Dalam jangka panjang, NTB menargetkan untuk memperkuat status KP2B di setiap daerah melalui revisi RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan penguatan kebijakan tata ruang berbasis ketahanan pangan.
Selain itu, Dinas Pertanian juga tengah menyusun insentif bagi petani dan pemilik lahan agar tidak tergiur mengalihfungsikan tanah pertanian mereka.
“Ketahanan pangan adalah fondasi utama pembangunan. Kita tidak boleh abai hanya karena tergiur pembangunan fisik jangka pendek. Investasi di pertanian adalah investasi jangka panjang untuk anak cucu kita,” pungkas Taufieq.