Suara.com - Eks Politikus PDI Perjuangan (PDIP). Saeful Bahri kembali mangkir dalam sidang kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI dan dugaan perintangan penyidikan dengan terdakwa Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto. Setidaknya, Saeful Bahri tercatat sudah dua kali tidak hadir alias absen untuk menjadi saksi di sidang kasus Hasto PDIP.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berencana menghadirkan dua saksi dalam sidang hari ini, yaitu Saeful Bahri yang pernah menjadi terpidana kasus suap terhadap mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan dan Riezky Aprilia yang pernah menjadi Anggota DPR RI dari fraksi PDIP menggantikan Nazarudin Kiemas pada Pileg 2019.
“Baik, yang mulia, sedianya hari ini kami menghadirkan 2 orang saksi, namun sampai dengan saat ini yang sudah terkonfirmasi hadir 1 orang saksi,” kata jaksa di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (7/5/2025).
Menurut jaksa, Saeful Bahri sudah menyampaikan surat yang menyatakan bahwa dia tidak bisa menghadiri sidang hari ini.

“Jadi, sedianya ada 2 orang saksi atas nama Riezky Aprilia dan atas nama Saeful Bahri. Namun, yang terkonfirmasi hadir sampai dengan saat ini adalah Riezky Aprilia, sedangkan untuk saksi Saeful Bahri kami ada terima surat dari yang bersangkutan tidak bisa hadir, izin kami sampaikan kepada yang mulia suratnya,” tutur jaksa.
Saeful Bahri Mangkir Panggilan Jaksa
Jaksa KPK juga sebelumnya sempat berupaya menghadirkan Saeful Bahri dalam persidangan bersama mantan Anggota Bawaslu yang juga pernah menjadi terpidana dalam kasus suap ini, yaitu Agustiani Tio Fridelina dan Advokat PDIP yang kini berstatus tersangka, yaitu Donny Tri Istiqomah pada Kamis (24/4/2025).
Namun, pada persidangan sebelumnya Saeful Bahri diketahui tidak hadir sehingga dia kembali diupayakan oleh jaksa KPK untuk menghadiri persidangan pada hari ini.
Dalam kasus suap ini, Saeful menjadi pihak yang menghubungkan Harun Masiku yang kini menjadi buronan dengan Agustiani dan Wahyu untuk memberikan uang suap guna menetapkan Harun sebagai calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan (dapil) Sumatera Selatan I menggantikan Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia.
Baca Juga: Sambil Tenteng Dokumen, Bill Gates Semringah Bertemu Prabowo di Istana Merdeka
Di sisi lain, Riezky Aprilia menjadi pihak yang saat itu dianggap memenuhi syarat untuk menggantikan Nazarudin Kiemas sebagai calon anggota legislatif terpilih oleh KPU RI pada Pileg 2019.
Dakwaan Jaksa KPK
Sebelumnya, Jaksa KPK mendakwa Hasto melakukan beberapa perbuatan untuk merintangi penyidikan kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI kepada mantan Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Selain itu, Hasto juga disebut memberikan suap sebesar Rp 400 juta untuk memuluskan niatnya agar Harun Masiku menjadi anggota DPR RI.
Dengan begitu, Hasto diduga melanggar Pasal 21 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHAP.

Di sisi lain, Hasto juga dijerat Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 5 Ayat (1) ke-1 KUHP Juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Drama Kasus Hasto di KPK
Diketahui, KPK menetapkan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pada pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR RI yang juga menyeret Harun Masiku.
“Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK (Hasto Kristiyanto) yang bersangkutan sebagai Sekjen PDIP Perjuangan,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (24/12/2024).
Dia menjelaskan bahwa Hasto bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan suap kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Periode 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Setyo menjelaskan penetapan Hasto sebagai tersangka ini didasari oleh surat perintah penyidikan (sprindik) nomor Sprin.Dik/153/DIK.00/01/12/2024 tertanggal 23 Desember 2024.
Di sisi lain, Hasto juga ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perintangan penyidikan oleh KPK dalam surat perintah penyidikan (sprindik) yang terpisah.
Setyo menjelaskan bahwa Hasto memerintahkan Harun Masiku untuk merendam ponselnya di air dan melarikan diri ketika KPK melakukan operasi tangkap tangan.
“Bahwa pada tanggal 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan KPK, HK memerintahkan Nur Hasan penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12 A yang biasa digunakan sebagai kantor oleh HK untuk menelepon Harun Masiku supaya meredam Handphone-nya dalam air dan segera melarikan diri,” kata Setyo.
Kemudian pada 6 Juni 2024 sebelum Hasto diperiksa sebagai saksi oleh KPK, dia memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi untuk menenggelamkan ponsel agar tidak ditemukan KPK.
Hasto kemudian memenuhi panggilan KPK untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku pada 10 Juni 2024.
“HK mengumpulkan beberapa saksi terkait dengan perkara Harun Masiku dan mengarahkan agar tidak memberikan keterangan yang sebenarnya,” ujar Setyo.
Untuk itu, lanjut dia, KPK menerbitkan sprindik nomor Sprin.Dik/152/DIK.00/01/12/2024 pada Senin, 23 Desember 2024 tentang penetapan Hasto sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.