Suara.com - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Lalu Hadrian Irfani, menilai, soal usulan Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai untuk menjadikan program pelatihan siswa di barak militer sebagai kebijakan nasional, harus dikaji mendalam terlebih dahulu.
"Sebenarnya, kami pada dasarnya mendukung segala bentuk inovasi pendidikan yang bertujuan membentuk karakter pelajar yang disiplin, tangguh, dan berjiwa kebangsaan. Namun, pendekatan seperti model pendidikan di barak harus dikaji lebih dalam," kata Lalu kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).
"Baik dari segi efektivitas, kesiapan infrastruktur, hingga kesesuaian dengan prinsip pendidikan nasional yang humanis dan inklusif," sambungnya.
Menurutnya, pendidikan karakter memang sangat dibutuhkan di tengah tantangan zaman yang semakin kompleks.

Namun, ia mengingatkan, jika masing-masing anak pasti punya karakter yang berbeda-beda.
"Anak-anak datang dari latar belakang dan kondisi psikologis yang berbeda, sehingga pendekatan keras dan militeristik bisa menjadi kontra-produktif jika tidak disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan mereka," ujarnya.
Dengan begitu, kata dia, pendidikan di barak bisa saja menjadi salah satu alternatif program penguatan karakter, tetapi perlu dijalankan secara terbatas, bertahap, dan berbasis pada evaluasi ilmiah.
"Kami justru mendorong, agar program seperti ini jika memang hendak diujicobakan, harus melibatkan para ahli pendidikan, psikolog anak, serta tokoh masyarakat," katanya.
"Yang paling penting adalah memastikan bahwa setiap kebijakan pendidikan tetap berpijak pada nilai-nilai Pancasila, demokrasi, dan perlindungan hak anak," sambungnya.
Baca Juga: Tipis Peluang Pemakzulan Gibran Bisa Terjadi, DPR Cenderung Bela Pemerintah
Sebelumnya, Menteri HAM Natalius Pigai mengaku mendukung kebijakan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi untuk mengirim anak-anak yang dianggap nakal menjalani pendidikan di barak militer tidak melanggar HAM.
Bahkan, jika program tersebut dianggap berjalan dengan baik, Natalius Pigai mengusulkan agar kebijakan ini bisa diterapkan secara masif di seluruh Indonesia.
Dia mengaku akan membahas hal tersebut bersama Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti.
“Kalau itu berlangsung uji coba pertama ini bagus, ya kami meminta Menteri Dikdasmen untuk mengeluarkan sebuah peraturan supaya ini bisa dijalankan secara masif di seluruh Indonesia,” kata Pigai di Kantor Kementerian HAM, Jakarta Selatan, Selasa (6/5/2025).
Meski begitu, dia menegaskan pendidikan di barak TNI bagi siswa yang dianggap nakal tidak boleh melanggar prinsip-prinsip HAM dan lebih fokus pada upaya meningkatkan kualitas, kompetensi, karakter, mental, disiplin, dan tanggung jawab.
Pigai menegaskan bahwa secara umum ide yang dimiliki Dedi Mulyadi ini bagus.
“Ini bagus, idenya bagus, supaya apa? Untuk ke depan, kita kan 10 tahun ke depan itu 2025-2035 itu kita harus go internasional,” kata Pigai.
Kak Seto Soal Siswa Kirim ke Barak
Pemerhati anak Seto Mulyadi alias Kak Seto beri komentar soal fenomena di media sosial yang menunjukan anak-anak takut dijemput oleh Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi jika tidak patuh dengan orang tua.
Ketakutan itu muncul usai anak ditunjukkan video Dedi Mulyadi yang memperingatkan akan membawa anak ke barak militer bila bersikap nakal. Kak Seto menegaskan bahwa fenomena itu seharusnya tidak boleh terjadi.
"Menurut saya tidak benar. Karena bagaimana juga kan mendidik itu bukan membidik, mengajar bukan menghajar,"

"Jadi tidak dengan cara kekerasan, tidak dengan ancaman. Dan pendidikan itu maknanya menumbuhkan potensi anak. Menumbuhkan potensi anak yang saling berbeda," kata Kak Seto kepada Suara.com saat dihubungi pada Jumat (9/5/2025).
Kak Seto menekankan bahwa pendekatan kekerasan atau menakut-nakuti anak justru bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang psikologis anak. Alih-alih menjadi disiplin, anak justru berpotensi mengalami trauma dan menarik diri dari lingkungan sosial.
"Jangan sampai pendidikan itu ada unsur paksaan, ancaman, seolah anak hanya robot saja. Anak adalah subyek yang mempunyai potensi yang akan berkembang," ujarnya.
Kak Seto juga mengingatkan pentingnya peran orang tua sebagai pendidik utama dalam keluarga. Pendidikan yang paling berpengaruh justru terjadi di rumah, bukan hanya di sekolah. Dengan menjadi sahabat anak, orang tua bisa menciptakan ruang yang aman dan penuh kasih, sehingga anak tumbuh menjadi pribadi yang percaya diri dan sehat secara emosional.
"Tidak dengan cara kekerasan. Dengan cara kekerasan anak justru akan lari antara fight atau flight," pungkasnya.