Suara.com - Selain gangguan kesehatan fisik, jemaah haji dutemukan rentan juga terkena gangguan psikis selama di Tanah suci. Data pelayanan kesehatan yang dihimpun oleh Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Madinah mencatat adanya reaksi stres akut dan gangguan penyesuaian diri yang terjadi di beberapa jemaah haji RI.
Kondisi itu menjadi diagnosis penyakit terbanyak yang dialami pasien jemaah haji RI gelombang 1 semenjak kedatangannya pada awal Mei lalu.
Meskipun penyakit seperti gangguan jantung, hipertensi, dan diabetes menjadi posisi yang teratas, namun kasus stress akut dan gangguan penyesuaian diri para jemaah juga perlu mendapat perhatian serius sebagai permasalahan kesehatan yang seringkali ditangani oleh para petugas kesehatan di Daerah Kerja (Daker) Madinah.
Dokter spesialis jiwa di KKHI Madinah, dr. Kusufia Mirantri, Sp.KJ mengungkapkan bahwa tekanan fisik, perubahan lingkungan drastis, kelelahan, serta perpisahan sementara dan/atau tanpa pendampingan dari keluarga dapat menjadi pemicu stres signifikan bagi jemaah.

“Banyak jemaah, terutama Lansia atau mereka yang memiliki kerentanan sebelumnya, mengalami kesulitan beradaptasi. Stress dan gangguan penyesuaian ini dapat bermanifestasi dalam berbagai bentuk, mulai dari gangguan tidur, kecemasan berlebih, hingga gejala psikosomatis,” jelas Upi dalam keterangannya yang ditulis Suara.com pada Rabu (14/5/2025).
Oleh karena itu, penting bagi sesama jemaah maupun pendamping atau keluarga untuk mengenali tanda-tanda awal masalah kejiwaan agar dapat segera memberikan dukungan atau mencari bantuan profesional.
Upi menekankan bahwa deteksi dini menjadi kunci untuk penanganan yang efektif, sehingga tidak mengganggu kekhusyukan ibadah jemaah.
Adapun, untuk mengenali tanda-tanda seorang jemaah mengalami masalah kejiwaan di antaranya dengan pertama, adanya perubahan perilaku yang mencolok.
“Coba perhatikan, jika ada jemaah yang biasanya ceria dan mudah bergaul tiba-tiba menjadi mudah tersinggung, atau sebaliknya, menarik diri secara ekstrem, lebih suka menyendiri, dan enggan berinteraksi dengan orang lain,” jelas Upi.
Baca Juga: Usul Program Siswa ke Barak jadi Pendidikan Nasional, JPPI Kritik Menteri Pigai: Hina Akal Sehat!
Tanda kedua dari psikis terjadi kesulitan tidur atau insomnia. Gangguan tidur yang persisten, seperti sulit untuk memulai tidur, sering terbangun di malam hari, atau merasa tidak segar setelah tidur, bisa menjadi pertanda adanya tekanan mental. Kurang tidur dapat memperburuk kondisi emosional dan kognitif jemaah.