Suara.com - Pengamat politik Yusak Farchan mencurigai soal Pemilu Raya pemilihan ketua umum baru Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan menggunakan sistem e-voting. Menurutnya, sistem tersebut masih bisa diatur untuk memenangkan kandidat berdasarkam selera elite.
Hal itu disampaikan Yusak menanggapi Joko Widodo atau Jokowi yang dianggap berpotensi menjadi calon ketua umum PSI.
Diketahui, PSI ingin menjadi partai super terbuka dengan memilih ketua umum melalui cara pemilihan langsung. Nantinya setiap anggota PSI memiliki satu hak suara dalam pemilihan.
"Meskipun pemilihan umum menggunakan sistem e-voting, tapi soal kandidat kan bisa saja di-setting sedemikian rupa berdasarkan kemauan elite," kata Yusak kepada Suara.com, Rabu (14/5/2025).
![Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep (tengah) berpose setelah menggelar konferensi pers di DPP PSI, Jakarta, Selasa (21/3/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/03/21/18980-psi-partai-solidaritas-indonesia-kaesang-pangarep.jpg)
Yusak berujar bukan hal mudah untuk menerapkan konsep kedaulatan anggota atau super Tbk yang sesungguhnya.
"Bikin partai itu mahal. Nggak mungkin kekuasaan elite partai bisa dikangkangi oleh anggota atau kader biasa," kata Yusak.
Upaya PSI Tarik Jokowi
Sebelummya, Yusak Farchan melihat ada gelagat dari PSI untuk menarik perhatian Joko Widodo agar mau menahkodai partai yang kini dipimpin putra bungsunya, Kaesang Pangarep.
Menurut Yusak, terlepas dari maju atau tidak Jokowi sebagai ketum, PSI sebenarnya sudah identik dengan Presiden ke-7 RI tersebut.
Baca Juga: Didoakan Gantikan Kaesang jadi Ketum, Jokowi Disebut Masih Punya Hasrat, PSI Butuh Efek Elektoral
Bahkan, Yusak menyebut PSI sebagai partai ideologisnya Jokowi.