Suara.com - Pakar Hukum Tata Negara, Mahfud MD menyebutkan bahwa usul pemakzulan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI memang bisa dilakukan. Akan tetapi, hal tersebut lebih mudah dilakukan secara teori hukum ketatanegaraan, namun sulit secara politik.
Mahfud MD menjelaskan bahwa dalam hukum ketatanegaraan diatur tentang syarat pemakzulan Presiden dan Wakil Presiden apabila melakukan lima pelanggaran berat. Di antaranya, korupsi, penyuapan, pengkhianatan, tindak pidana berat dan perbuatan tercela. Akan tetapi, dalam praktiknya pemakzulan selalu sulit dilakukan karena melibatkan proses politik.
"Susah karena untuk memakzulkan seorang presiden atau wakil presiden itu harus diputuskan dulu oleh sidang DPR yang dihadiri oleh minimal 2 per 3 dari seluruh anggota sidang. Dari yang hadir ini, 2 per 3 juga harus setuju bahwa ini harus dimakzulkan karena terbukti mrlakukan perbuatan tercela," kata Mahfud MD sebagaimana dikutip Suara.com pada Rabu (7/5/2025) berdasar siniar yang tayang pada kanal YouTube pribadinya.
Menurut Mahfud, proses negosiasi politik untuk mencapai kesepatan pemakzulan itu yang akan sulit dilakukan. Karena memerlukan lebih dari setengahnya, atau sekitar 380 anggota DPR, yang harus setuju pemakzulan dilakukan.
![Tangkap Layar [Youtube Mahfud MD Official]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/03/19/45957-mahfud-md.jpg)
Kendati 2 per 3 dari DPR sudah setuju dilakukan pemazulan, Mahfud menerangkan bahwa prosesnya masih harus berlanjut dengan dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meminta putusan konfirmasi. Apabila MK mengonfirmasi benar adanya tindak kesalahan dari pihak yang dimakzulkan, maka putusan dikembalikan ke DPR untuk disidangkan.
"Kembalikan lagi ke DPR, bersidang lagi apakah ini mau diberikan ke MPR untuk dimakzulkan apa tidak. Sesudah di MPR sidang lagi, 2 per 3 (anggota MPR) harus hadir, 2 per 3 (anggota yang hadir) harus setuju. Enggak mungkin," beber mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Desakan Pemakzulan Gibran
Sebelumnya, isu pemakzulan Gibran sebagai wapres itu pertama kali digaungkan oleh Forum Purnawirawan Prajurit TNI. Mereka menuntut pemerintahan Prabowi Subianto untuk kembali ke Undang-Undang Dasar 1945 asli sebagai Tata Hukum Politik dan Tata Tertib Pemerintahan.
Salah satu tuntutan terakhir mereka, yaitu mengusulkan pergantian Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kepada MPR dengan alasan keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap Pasal 169 Huruf Q Undang-Undang Pemilu telah melanggar hukum acara MK dan Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.
Baca Juga: Isu Pemakzulan Wapres, Luhut Bela Gibran: Jika Tak Taat Konstitusi, Jangan Tinggal di Indonesia!
![Wakil Presiden RI, Gibran Rakabuming Raka. [Instagram @gibran_rakabuming]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/05/05/19952-wakil-presiden-ri-gibran-rakabuming-raka.jpg)
Pernyataan sikap itu ditandatangani sejumlah purnawirawan, termasuk Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, dan ada juga Wapres Ke-6 Jenderal TNI (Purn) Try Sutrisno.