Suara.com - Rencana Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia yang akan beralih impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura ke Amerika Serikat (AS) dinilai keliru.
Dosen Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi menyampaikan, pengalihan impor minyak ke AS memang akan mengatasi masalah defisit neraca perdagangan AS, namun berpotensi menimbulkan masalah baru bagi Indonesia.
Dia menjelaskan, kalau impor minyak mentah dari AS belum tentu sesuai dengan kilang minyak Pertamina untuk menghasilkan BBM. Selain itu, AS juga belum tentu mampu menyediakan impor pertalite yang harus blending, karena tidak dijual di negara tersebut.
"Harga impor minyak mentah mestinya lebih mahal ketimbang harga minyak di Singapura karena biaya logistik lebih mahal," kata Fahmy dalam keterangannya, Rabu (14/5/2025).
Fahmy menekankan, apabila Bahlil memaksakan untuk tetap mengalihkan impor minyak dari Singapura ke AS, pemerintah harus memastikan bahwa spesifikasi minyak mentah sesuai dengan kilang Pertamina dan AS bisa melakukan blending untuk menghasilkan pertalite.
Harga impor dari AS juga minimal harus sama dengan harga impor dari Singapura. Tak hanya itu, tantangan mafia minyak juga bisa jadi makin berat dihadapi pemerintah.
"Pemerintah harus bertekad untuk memberantas mafia migas yang akan menghalangi pengalihan impor dari Singapura ke USA. Tanpa berbagai upaya tersebut, kebijakan alihkan impor minyak akan mengatasi defisit neraca perdagangan AS, tetapi juga akan menimbulkan masalah baru," katanya.
Rencana beralihnya impor BBM dari Singapura ke AS itu disampaikan langsung oleh Bahlil. Alasannya, sebagai bagian dari negosiasi Indonesia dengan AS untuk menekan defisit neraca perdagangan AS, sehingga tarif ekspor Indonesia yang ditetapkan 32 persen dapat diturunkan.
Indonesia mengusulkan peningkatan impor energi dari AS hingga senilai USD10 miliar, termasuk pembelian minyak mentah, BBM, dan gas petroleum cair (LPG).
Baca Juga: Demi Trump, Indonesia Rela Stop Impor BBM dari Singapura
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengungkapkan rencana untuk mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) dari Singapura, sebab harga yang kurang kompetitif apabila dibandingkan dengan BBM dari Timur Tengah.