Suara.com - Warga Kampung Skouw Sae, Distrik Muara Tami, Kota Jayapura, Papua, kini memiliki sumber penghasilan baru yang tak hanya menguntungkan secara ekonomi, tetapi juga turut berkontribusi pada transisi energi bersih.
Mereka memanfaatkan batang-batang kayu hanyut yang berserakan di pesisir pantai sebagai bahan baku cofiring biomassa untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Holtekamp.
"Dari hasil penjualan batang-batang kayu tersebut, dalam sehari saya bersama 2 sampai 4 warga lainnya dengan tiga kali pengantaran ke pengepul bisa mendapatkan penghasilan yang lebih baik,” kata Olaf Akwan, salah satu pengumpul kayu di Kampung Skouw Sae, dilansir Antara, Kamis (22/5/2025).
Kayu-kayu tersebut berasal dari batang pohon yang terbawa arus dan ombak, kemudian dikumpulkan dari sepanjang garis pantai. Ukurannya bervariasi, dan dalam sehari, Olaf serta beberapa warga bisa mengumpulkan hingga 300 batang.
Kayu itu kemudian dijual ke pengepul, yakni pemilik truk yang akan memasoknya ke PT Surya Muda Laksana—mitra dari PT PLN Energi Primer Indonesia (EPI), penyuplai woodchip untuk bahan cofiring biomassa di PLTU Holtekamp.
“Pendapatannya lumayan, lebih baik dibandingkan dengan kerja serabutan yang beberapa waktu lalu saya jalani bersama beberapa warga di sini,” lanjut Olaf, yang sebelumnya bekerja sebagai tukang ojek dan sopir angkot.
Chris Lomo, warga lain yang ikut mengumpulkan kayu hanyut, mengatakan pekerjaan ini menawarkan pemasukan yang lebih stabil dan cepat. Chris juga menambahkan bahwa hasil dari kegiatan ini cukup untuk membiayai sekolah anak-anaknya.
“Usaha ini lebih cepat mendatangkan upah untuk kami warga di sekitar lokasi pengumpulan kayu sehingga dengan adanya program cofiring biomassa dari PLTU Holtekamp sangat membantu kebutuhan sehari-hari karena pagi dan siang bekerja, malam sudah menerima hasilnya,” ujarnya.
Peran Cofiring Biomassa dalam Transisi Energi
Baca Juga: Dibayangi Asap Batu Bara, Transisi Hijau ke Mobil Listrik Jadi Bumerang?
Data resmi PLN yang diterbitkan Februari 2025 menunjukkan bahwa hingga 2024, sebanyak 47 PLTU telah mengadopsi teknologi cofiring biomassa. Produksi energi hijau meningkat menjadi 1,67 juta MWh—naik 60% dari tahun sebelumnya.
Konsumsi biomassa pun melonjak menjadi 1,62 juta ton, membantu menurunkan emisi karbon sebesar 1,87 juta ton CO. Jenis biomassa yang digunakan antara lain woodchip, sawdust, sekam padi, hingga limbah racik uang kertas (LRUK).
Namun di balik pencapaian ini, muncul kekhawatiran dari berbagai pihak.
Ancaman Deforestasi dari Hutan Tanaman Energi
Laporan Trend Asia memperingatkan bahwa program cofiring berisiko memicu deforestasi jika pasokan biomassa berasal dari Hutan Tanaman Energi (HTE).
Untuk memenuhi target kebutuhan 10% cofiring di 52 PLTU, dibutuhkan lahan seluas 2,3 juta hektare. Angka ini mengingatkan pada kegagalan Hutan Tanaman Industri (HTI), yang pada 2019 tercatat menebang 3,5 juta hektare hutan alam.