Suara.com - Pengacara Tifauzia Tyassuma alias Dokter Tifa, Abdullah Alkatiri menilai bahwa pernyataan Bareskrim Polri yang menyebut ijazah Presiden Joko Widodo asli terlalu prematur.
Ia menyayangkan kesimpulan yang diumumkan Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, sebab hasil konklusi dilakukan tanpa pemeriksaan menyeluruh.
Alkatiri menjelaskan bahwa pernyataan hasil penyelidikan Bareskrim Polri soal dugaan ijazah palsu Jokowi itu dilakukan tanpa adanya pemeriksaan terhadap pelapor, khususnya Eggy Sudjana.
Eggy Sudjana selaku salah satu pelapor diketahui sudah dipanggil untuk diperiksa dua kali, tetapi selama pemanggila tersebut tidak hadir.
Abdullah Alkatiri menegaskan bahwa alasan absennya Eggy Sudjana lantaran sakit yang cukup serius.
"Iya kan ada pernyataan dia sakit, ada bukti, ada surat dokter, dia sakit itu bukan sakit sakit yang biasa. Dia sakit serius dan secara KUHAP itu jelas orang sakit itu harus ditunda. Nggak bisa dikejar terus orang sakit itu, apalagi yang sakitnya serius. Itu kan ada alasan, bukan mangkir,” kata Alkatiri dalam siniar bersama Refly Harun yang tayang di Youtube pada Sabtu 24 Mei 2025.
Dia lantas mempertanyakan proses penyelidikan yang dilakukan Bareskrim Polri yang langsung membandingkan ijazah Jokowi dengan ijazah alumni UGM lainnya tanpa ada pemeriksaan terhadap pelapor.
"Bagaimana orang belum ada proses, belum ada penyidikan, tiba-tiba pemeriksaan dokumen, nggak semudah itu? Itu kan kalau alat bukti, baru satu itu," ujar Alkatiri.
Lantaran itu, ia menyatakan bahwa kesimpulan yang dihasilkan Bareskrim Polri terlalu dini.
Baca Juga: Isu Ijazah Jokowi Tidak Mereda, Meski Bareskrim Polri Tegaskan Keasliannya
"Jadi, terlalu prematur, terlalu dini untuk dikatakan ini identik dan sebagainya sebelum pelapor dilidik," katanya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap pihak terkait perkara yang sakit seharusnya ditunda, bukannya justru langsung melakukan pemeriksaan terhadap dokumen.
"Kenapa kok serba cepat? Ini kan yang jadi pertanyaan, kenapa ini serba cepat? Bagaimana ada pemeriksaan laboratorium, posisi pelapor atau pengadu karena pengaduan tadi diangkat menjadi pelaporan dan laporan informasi dan sebagainya," ujarnya.

Ia kemudian memertanyakan adanya loncatan kesimpulan yang diputuskan yang dinyatakan identik.
"Diberitahu orangnya sakit, kok tiba tiba loncat sudah ada pemeriksaan dan diputuskan identik, identik dengan apa?" tutur Alkatiri.
Kemudian, dia lantas mempertanyakan terkait muncul bukti baru dari ijazah yang diterbitkan pada tahun yang sama dengan milik Jokowi, tetapi ternyata tidak identik.
Untuk itu, dia menegaskan aparat penegak hukum, dalam hal ini Bareskrim Polri, semestinya melakukan pemeriksaan secara hati-hati dan menyeluruh.
Bareskrim Polri menyatakan menghentikan penyelidikan terhadap laporan terkait dugaan ijazah palsu Jokowi. Laporan itu sebelumnya dilayangkan oleh Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA).
Alasan Bareskrim Polri adalah tidak ditemukannya tindakan pidana dalam kasus tersebut.
"Terkait dengan aduan masyarakat, pertama mereka menyampaikan dumas, kewajiban penyelidik melakukan penyelidikan, namun dari pengaduan ini dapat disimpulkan tidak ada perbuatan pidana, perkara ini dihentikan penyidikannya," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Polri Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro di Bareskrim Polri, Kamis 21 Mei 2025.
Djuhandhani menjelaskan, bahwa pihaknya telah menyampaikan fakta-fakta terkait kepemilikan ijazah Jokowi dari tingkat SMA sampai kuliah di Fakultas Kehutanan UGM.
"Yang tadi kami sampaikan setelah itu kami akan melaksanakan memberikan kepastian hukum, kepastian hukum apa seperti yang disampaikan saat rilis bahwa tidak ada ataupun tidak ditemukan peristiwa pidana," katanya.
Bareskrim Polri telah melakukan beberapa upaya dalam menyelidiki tudingan ijazah palsu Jokowi.