8 Tips Cegah Anak Jadi Korban Kejahatan Seksual, Termasuk dari Orang Terdekat

Bella Suara.Com
Minggu, 25 Mei 2025 | 09:53 WIB
8 Tips Cegah Anak Jadi Korban Kejahatan Seksual, Termasuk dari Orang Terdekat
Ilustrasi pelecehan seksual anak (pixabay.com/Gerd Altmann)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus grup Facebook "Fantasi Sedarah" dan "Suka Duka" telah membuka mata publik bahwa kejahatan seksual dan pornografi anak bukan hanya terjadi di ruang publik atau oleh orang asing.

Kejahatan seksual juga bisa dilakukan oleh orang-orang dekat, bahkan dimulai dari lingkungan rumah.

Berikut langkah-langkah penting yang dapat dilakukan orang tua untuk mencegah anak menjadi korban:

1. Edukasi Anak Mengenai Bagian Tubuh Pribadi

Kejahatan seksual seperti dalam grup Fantasi Sedarah sering dimulai dengan eksploitasi secara diam-diam.

Ajari anak bahwa ada bagian tubuh tertentu yang tidak boleh dilihat atau disentuh oleh siapa pun.

Pemahaman anak sejak dini mengenai privasi tubuh sangat penting agar mereka terhidar dari para pelaku kejahatan seksual.

2. Ajarkan Batasan dan Hak Anak atas Tubuhnya

Pelaku bisa saja adalah figur yang dikenal atau dipercaya.

Baca Juga: Heboh Grup FB Fantasi Sedarah, Ini 8 Cara Lindungi Anak dari Ancaman Pornografi Online

Ajarkan anak bahwa mereka berhak menolak sentuhan yang tidak nyaman, baik dari teman, guru, pengasuh, atau bahkan keluarga sendiri.

Selama ini, banyak korban dalam kasus serupa merasa bingung karena pelaku adalah orang dekat atau menganggap yang dilakukan pelaku kejahatan seksual hanya sebatas “main-main”.

3. Bangun Komunikasi Terbuka dan Tanpa Penghakiman

Anak harus merasa aman berbicara dengan orang tuanya.

Dalam kasus seperti Fantasi Sedarah, bisa saja banyak korban tidak melapor karena takut dimarahi atau dianggap berbohong.

Mulailah belajar mendengar cerita anak tanpa menginterupsi. Tanggapi dengan empati dan bukan kemarahan.

4. Kenali Tanda-Tanda Anak yang Terpapar Konten Pornografi

Jika anak menunjukkan pengetahuan seksual di luar usianya atau menjadi sangat tertutup, itu bisa jadi sinyal paparan dari grup atau konten seperti Fantasi Sedarah di media sosial.

Waspadai jika anak terlihat memiliki perubahan emosi, kebiasaan tidur, dan ketakutan berlebihan terhadap sosok tertentu.

5. Waspadai Orang Terdekat

Statistik dan kasus seperti ini menunjukkan bahwa pelaku bisa berasal dari keluarga sendiri atau kerabat.

Tidak semua kejahatan seksual dilakukan oleh orang asing.

Jangan biarkan anak sendirian terlalu lama dengan orang dewasa tanpa pengawasan.

Tersangka dihadirkan saat konferensi pers ungkap kasus asusila dan pornografi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Fauzan/bar]
Tersangka admin grup facebook fantasi sedarah dihadirkan saat konferensi pers ungkap kasus asusila dan pornografi di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Rabu (21/5/2025). [ANTARA FOTO/Fauzan/bar]

6. Jangan Anggap Tabu Bicara Soal Seksualitas

Ketertutupan informasi di rumah sering membuat anak mencari jawaban sendiri, yang akhirnya justru ditemukan lewat platform berbahaya seperti grup Facebook menyimpang.

Orang tua perlu menggunakan pendekatan yang jujur, sesuai usia, dan penuh kasih dalam membicarakan seksualitas pada anak.

7. Awasi Aktivitas Digital Anak

Dalam kasus Fantasi Sedarah, ribuan anggota aktif mengakses dan menyebar konten menyimpang lewat Facebook.

Anak yang tidak diawasi bisa terjebak sebagai korban atau bahkan pelaku tanpa sadar.

Orang tua perlu mengaktifkan parental control, cek histori penelusuran, dan bangun diskusi seputar bahaya internet.

8. Libatkan Anak dalam Diskusi Nilai Moral dan Empati

Bantu anak memahami nilai-nilai etis dan rasa hormat terhadap tubuh sendiri dan orang lain.

Ini menjadi tameng moral yang sangat penting dalam era digital yang semakin bebas.

Kasus Suka Duka bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga mencerminkan krisis nilai dalam masyarakat.

Kolaborasi Semua Pihak adalah Kunci

Wakil Ketua Komisi III DPR, Dede Indra Permana Soediro, menegaskan bahwa penanganan kasus ini harus menyeluruh, termasuk menelusuri jaringan penyebaran konten serupa.

Tapi peran keluarga tetap menjadi benteng pertama dan terpenting.

Mari kita jadikan kasus ini sebagai alarm moral untuk lebih aktif melindungi anak-anak—baik secara hukum, sosial, maupun emosional.

Jika Anda mencurigai ada perilaku menyimpang di sekitar anak, laporkan ke pihak berwenang. Lebih baik mencegah daripada menyesal.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI