Suara.com - Majelis hakim Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh memvonis oknum prajurit TNI AL yang menjadi terdakwa pembunuhan penjual mobil di Kabupaten Aceh Utara, dengan hukuman penjara seumur hidup.
Vonis tersebut dibacakan majelis hakim diketuai Letkol Chk Arif Kusnandar serta didampingi Letkol Chk Hari Santoso dan Mayor Chk Raden Muhammad Hendri masing-masing sebagai hakim anggota pada persidangan di Pengadilan Militer I-01 Banda Aceh di Banda Aceh, Selasa (27/5/2025).
Dilansir dari Antara, terdakwa Dede Irawan, anggota TNI AL dengan pangkat Kelasi Dua. Terdakwa hadir ke persidangan didampingi penasihat hukumnya. Persidangan turut dihadiri Oditur Letkol Bambang Permadi.
Dalam amar putusannya, majelis hakim menyatakan terdakwa Dede Irawan terbukti bersalah membunuh korban karena ingin menguasai mobil yang hendak dijual korban. Pembunuhan tersebut dilakukan terdakwa dengan menggunakan senjata api.
Majelis hakim menyatakan terdakwa Dede Irawan bersalah melanggar Pasal 340 KUHP dan Pasal 365 Ayat (3) KUHP, Pasal 1 Ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 serta Pasal 181 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain pidana penjara seumur hidup, majelis hakim juga menghukum terdakwa Dede Irawan dengan pidana tambahan dipecat secara tidak hormat sebagai anggota TNI AL.
Atas vonis majelis hakim tersebut, Oditur atau penuntut umum dalam perkara tersebut menyatakan menerima. Sedangkan terdakwa dan penasihat hukumnya menyatakan pikir-pikir.
Majelis hakim memberikan waktu tujuh hari kepada terdakwa dan penasihat hukumnya menyatakan sikap apakah menerima atau mengajukan upaya hukum banding atas putusan tersebut.
Vonis tersebut sesuai dengan tuntutan Oditur yang dibacakan Letkol Chk Bambang Permadi pada persidangan sebelumnya dengan pidana penjara seumur hidup serta dipecat dari keanggotaan TNI AL.
Baca Juga: Anggota Ormas PP Bunuh Polisi di Jambi, Dipicu Masalah Utang Piutang
Dalam tuntutannya, Oditur menyatakan terdakwa Dede Irawan melakukan pembunuhan berencana menggunakan senjata api tanpa izin disertai pencurian disertai kekerasan terhadap korban Hafsiani, penjual mobil di Kabupaten Aceh Utara pada 14 Maret 2025.
Jasad Hasfiani, penjual mobil, warga Gampong Uteun Geulinggang, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, ditemukan dalam karung di KM 30 Gunung Salak, Kecamatan Nisam Antara, Kabupaten Aceh Utara.
Update Terkini Kasus Pembunuhan Jurnalis Banjarbaru
Sementara dalam kasus lain, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berharap Majelis Hakim bisa mempertimbangkan untuk menggali keterlibatan orang lain selain terdakwa Jumran pada saat melakukan tindak pidana pembunuhan terhadap jurnalis asal Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Juwita.
Anggota Komnas HAM Uli Parulian Sihombing menyampaikan berdasarkan fakta, terdapat rentang waktu 16 menit yang menunjukkan perjalanan Jumran setelah mengeksekusi korban perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai dugaan keterlibatan pihak lain.
"Hal ini termasuk fakta mengenai terdakwa yang menumpang sebanyak tiga kali dengan orang tidak dikenal serta fakta mengenai terdakwa yang menghilang dari sisi kiri mobil (berlawanan arah pengemudi) sebelum mobil melaju," ujar Uli dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (23/5/2025).
Maka dari itu, Komnas HAM mendorong Majelis Hakim untuk memeriksa dan memutus perkara tersebut secara objektif, imparsial, berlandaskan pada prinsip-prinsip keadilan, serta menghindari victim blaming (menyalahkan korban) dan berperspektif gender.
Uli menuturkan hal tersebut harus dilakukan agar menghasilkan putusan yang benar-benar mencerminkan penghormatan, perlindungan, dan pemulihan HAM, guna menjamin pemenuhan hak atas keadilan terhadap korban dan keluarga.
Selain keterlibatan orang lain, Komnas HAM juga meminta Majelis Hakim untuk mempertimbangkan agar menggali adanya dugaan kekerasan seksual yang terjadi dalam rentang waktu Desember 2024 sampai Januari 2025 dan sebelum dilakukan tindak pidana pembunuhan.
Pasalnya, kata dia, terdapat fakta mengenai pengakuan korban mengenai dugaan kekerasan seksual yang terjadi pada rentang waktu Desember 2024-Januari 2025 serta hasil visum yang ditemukan dalam jenazah korban, yang seharusnya dilakukan pemeriksaan lebih lanjut secara menyeluruh.
"Jika unsur kekerasan seksual terbukti, maka terdakwa harus dijerat juga dengan pasal dalam UU TPKS, sehingga keadilan dapat dijalankan secara menyeluruh," tuturnya.
Apabila motif pembunuhan Jumran terhadap Juwita tidak lepas dari dinamika kekerasan seksual yang dialami oleh korban pertama kali, Uli berpendapat peristiwa kematian Juwita merupakan pembunuhan berencana.
Disebutkan bahwa Jumran merasa terancam dan enggan mempertanggungjawabkan perbuatannya sehingga memilih untuk merencanakan pembunuhan terhadap Juwita.
"Terdakwa merencanakan dengan matang dengan mengatur mengenai mobilisasi hingga menyiapkan alibi," ucap Uli menambahkan.
Adapun berbagai pendapat tersebut merupakan hasil dari pemantauan Komnas HAM atas peristiwa dengan melakukan permintaan keterangan dengan pihak terkait, antara lain Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kalimantan Selatan, kuasa hukum keluarga Juwita, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), keluarga Juwita, Kepala Oditurat Militer III-15 Banjarmasin, Polres Banjarbaru, serta pihak terkait lainnya.
Dalam kasus tersebut, oknum TNI AL Kelasi Satu Jumran telah menjadi terdakwa dan disidangkan pada Pengadilan Militer (Dilmil) I-06 Banjarmasin, Kota Banjarbaru.
Korban pembunuhan bernama Juwita (23) bekerja sebagai jurnalis media dalam jaringan (daring) lokal di Banjarbaru dan telah mengantongi uji kompetensi wartawan (UKW) dengan kualifikasi wartawan muda.
Pembunuhan terjadi pada 22 Maret 2025. Jurnalis muda itu ditemukan meninggal dunia di Jalan Trans Gunung Kupang, Kelurahan Cempaka, Kecamatan Cempaka, Kota Banjarbaru, pada Sabtu (22/3) sekitar pukul 15.00 WITA.
Jasadnya tergeletak di tepi jalan bersama sepeda motor miliknya yang kemudian muncul dugaan menjadi korban kecelakaan tunggal.
Warga yang menemukan pertama kali justru tidak melihat tanda-tanda korban mengalami kecelakaan lalu lintas. Di bagian leher korban terdapat sejumlah luka lebam, dan kerabat korban juga menyebut ponsel milik Juwita tidak ditemukan di lokasi.